Oleh : Prof Cecep Darmawan, Guru Besar Ilmu Politik dan Ketua Prodi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan UPI
REPUBLIKA.CO.ID, Setelah seleksi PPPK selesai, pemerintah harus memikirkan pembenahan data dan meningkatkan kompetensi guru honorer. Penyelenggaraan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi guru honorer menuai sorotan publik. Pasalnya, pelaksanaan seleksi PPPK Guru kurang mengindahkan prinsip keadilan dan afirmasi kebijakan bagi para honorer.
Pemerintah memang mengeluarkan kebijakan afirmasi bagi peserta seleksi PPPK dalam bentuk penambahan nilai kompetensi teknis, tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru Pada Instansi Daerah Tahun 2021.
Kompetensi manajerial, sosiokultural, dan wawancara tak termasuk afirmasi tersebut. Dalam Pasal 28 Ayat (1) Permenpan RB No 28 Tahun 2021 disebutkan, kompetensi teknis diberikan penambahan nilai dengan beberapa ketentuan.
Huruf a, pelamar yang memiliki sertifikat pendidik linier dengan jabatan yang dilamar mendapat nilai paling tinggi 100 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis. Huruf b pelamar di atas 35 tahun terhitung saat melamar dan berstatus aktif mengajar sebagai guru paling singkat tiga tahun terus-menerus sampai saat ini berdasarkan data Dapodik mendapat kan tambah an nilai 15 persen dari nilai tertinggi Kompetensi Teknis.
Huruf c, pelamar dari kategori penyan dang disabilitas yang sudah diverifikasi jenis dan derajat kedisabilitasannya, sesuai jabatan yang dilamar mendapatkan tambahan nilai 10 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis. Huruf d, pelamar dari tenaga honorer eks kategori II (THK-II) dan aktif mengajar sebagai guru paling singkat tiga tahun secara terus-menerus sampai saat ini, berdasarkan data Dapodik mendapatkan tambahan nilai 10 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.
Baca juga : Nadiem: Kami akan Basmi 3 Dosa dalam Sistem Pendidikan
Namun praktiknya, banyak guru honorer kesulitan mencapai passing grade dalam seleksi PPPK. Selain itu, menyamakan lamanya pengabdian guru honorer dalam kebijakan afirmasi, jelas tidak mencerminkan prinsip keadilan.
Padahal, yang seharusnya dilakukan, menurunkan passing grade dan menambahkan poin afirmasi bagi guru honorer sesuai berapa lamanya ia mengabdi. Semakin lama ia mengabdi, semakin banyak pula poin penambahan nilainya.
Meski diakui, dalam penilaian hasil tes PPPK sudah diatur persentase afirmasi, tetapi dirasakan sejumlah honorer belum adil. Alhasil, sejumlah guru honorer menginisiasi petisi untuk memperoleh ke adilan melalui perubahan kebijakan poin afirmasi.
Tuntutannya, terkait afirmasi kepada guru honorer eks K2 yang mulanya 10 persen atau 50 poin menjadi 25 persen atau 125 poin. Guru honorer usia 35 ke atas yang mulanya 15 persen atau 75 poin ditambah menjadi 30 persen atau 150 poin.
Afirmasi kepada guru honorer yang sudah mengabdi dan memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) harusnya minimal 10-30 per sen bergantung pada lama mereka mengabdi. Atas tuntutan di atas, kebijakan afirmasi semestinya juga memperhatikan beberapa kriteria lainnya.
Di antaranya, guru honorer yang telah puluhan tahun mengajar di sekolah, yang akan memasuki usia pensiun, mengabdi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), dan guru honorer yang memiliki penyakit yang sudah lama dan cukup parah.