Kamis 23 Sep 2021 14:09 WIB

Kurangi Sampah, Peneliti Buat Alat Elektronik tanpa Baterai

Peneliti mengembangkan teknologi pemanenan energi BFree.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi baterai smartphone.
Foto: quallcomm
Ilustrasi baterai smartphone.

REPUBLIKA.CO.ID, ILLINOIS -- Para peneliti telah meluncurkan terobosan yang memungkinkan perangkat elektronik berjalan tanpa baterai untuk masa pakai yang tak terbatas. Insinyur komputer dari Universitas Northwestern dan Universitas Teknologi Delft mengembangkan teknologi pemanenan energi BFree.

B-Free memungkinkan perangkat bebas baterai yang mampu berjalan terus-menerus hanya dengan energi yang selang-seling. Tim yang sama sebelumnya memperkenalkan Game Boy bebas baterai pertama di dunia tahun lalu, yang menggunakan energi yang diperoleh dari pengguna yang menekan tombol.

Baca Juga

Para insinyur berharap sistem BFree yang inovatif akan membantu mengurangi sejumlah besar baterai mati yang berakhir sebagai limbah elektronik di tempat pembuangan sampah di seluruh dunia. Teknologi ini juga akan memungkinkan orang untuk membuat perangkat elektronik bebas baterai mereka sendiri.

“Saat ini, hampir tidak mungkin bagi penggemar untuk mengembangkan perangkat dengan perangkat keras bebas baterai, jadi kami ingin mendemokratisasikan platform bebas baterai kami,” kata Josiah Hester, asisten profesor teknik listrik dan komputer di Universitas Northwestern, yang memimpin penelitian, dilansir dari Independent, Kamis (23/9).

“Pembuat di seluruh internet bertanya bagaimana cara memperpanjang masa pakai baterai perangkat mereka. Mereka mengajukan pertanyaan yang salah. Kami ingin mereka melupakan baterai dan sebagai gantinya memikirkan cara yang lebih berkelanjutan untuk menghasilkan energi,” ujarnya lagi.

Untuk berjalan terus-menerus hanya dengan energi yang selang-seling. Sebagai contoh, misalnya matahari terbenam di balik awan dan tidak lagi memberi daya pada panel surya perangkat, sistem BFree hanya menjeda perhitungan yang sedang berjalan tanpa kehilangan memori atau perlu menjalankan daftar panjang operasi sebelum memulai kembali saat daya kembali.

Teknologi ini merupakan bagian dari tren baru yang dikenal sebagai ubiquitous computing, yang bertujuan untuk membuat komputasi tersedia kapan saja dan di mana saja melalui perangkat pintar dan Internet of Things (IoT).

Penelitian ini menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam bidang ini dengan menghindari kebutuhan akan baterai, serta pengisian dan penggantian terkait yang menyertainya.

“Banyak orang memperkirakan bahwa kita akan memiliki satu triliun perangkat di IoT ini. Itu berarti satu triliun baterai mati atau 100 juta orang mengganti baterai mati setiap beberapa menit. Itu menghadirkan biaya ekologis yang mengerikan bagi lingkungan,” kata Dr Hester.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement