Jumat 24 Sep 2021 18:22 WIB

OJK Catat 3.000 Laman Pinjol Ilegal Telah Diblokir

Pinjol ilegal bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sebanyak 3.000 laman pinjaman online (pinjol) ilegal telah diblokir.
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sebanyak 3.000 laman pinjaman online (pinjol) ilegal telah diblokir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sebanyak 3.000 laman pinjaman online (pinjol) ilegal telah diblokir. Hal ini dilakukan agar pelaku ilegal sektor jasa keuangan mendapatkan efek jera.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, OJK melakukan sinergi dengan kementerian dan lembaga lain, yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi, untuk mengatasi maraknya pinjaman online ilegal. "Kami melakukan upaya penegakan hukum, antara lain melakukan blokir terhadap lebih dari 3.000 laman pinjaman online ilegal dan juga mempidanakan pelaku pinjaman online ilegal," ujar Nurhaida saat webinar, Jumat (24/9).

Baca Juga

Menurutnya, otoritas memiliki kewenangan untuk menyidik dan menindak tindak pidana pencucian uang (TPPU). Adapun kewenangan OJK itu tertuang dalam UU No 21/2011 tentang OJK pada pasal 49, 50, dan 51, yang mengatur kewenangan penyidikan dalam pengawasan sektor jasa keuangan.

"Maraknya pinjaman online ilegal mampu menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan. Maka itu, kolaborasi antara pihak menjadi langkah utama otoritas dalam menuntaskan kasus hukum pidana tersebut," ungkap Nurhaida.

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) sekaligus Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L Tobing menambahkan, saat ini semakin beragamnya modus dari para pelaku pinjaman online ilegal, salah satunya mendapatkan transfer dana tiba-tiba. Sebab tak jarang masyarakat yang terjebak sekali klik tautan penawaran mencurigakan tersebut, data pribadi mereka terculik.

"Ada indikasi rekening masyarakat sebenarnya dibagikan oleh mereka sendiri karena terjebak website palsu, atau pernah mengisi kolom data diri beserta nomor rekening di penipuan dengan modus undian berhadiah bodong," ungkap Tongam.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement