REPUBLIKA.CO.ID, VIRGINIA— Para peneliti di Amerika Serikat telah menggunakan data DNA dari sisa-sisa mumi untuk membuat rekonstruksi 3D dari wajah tiga mumi Mesir. Padahal tiga mumi pria itu hidup di Mesir kuno lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Dilansir dari Alarabiya, Selasa (28/9), mumi-mumi tersebut berasal dari Abusir el-Meleq, sebuah kota Mesir kuno di Selatan Kairo, dan mereka dikuburkan antara 1380 sebelum masehi.
Mengambil teknologi, para peneliti di Parabon NanoLabs, sebuah perusahaan teknologi DNA di Reston, Virginia, telah menggunakan data genetik untuk membuat model 3D dari wajah mumi.
Para ahli menciptakan wajah melalui proses yang disebut fenotip DNA forensik yang menggunakan analisis genetik untuk menciptakan kembali bentuk fitur wajah dan aspek lain dari penampilan fisik seseorang.
"Ini adalah pertama kalinya fenotip DNA komprehensif dilakukan pada DNA manusia seusia ini," kata perwakilan Parabon dalam sebuah pernyataan.
Parabon mengungkapkan wajah mumi pada 9 September lalu pada Simposium Internasional ke-32 tentang Identifikasi Manusia di Orlando, Florida. Para ilmuwan menggunakan metode fenotip yang disebut Snapshot untuk memprediksi keturunan, warna kulit, dan fitur wajah pria.
Temuan mengungkapkan bahwa orang-orang kuno ini secara genetik lebih seperti populasi yang tinggal di Mediterania timur, wilayah yang saat ini mencakup Suriah, Lebanon, Israel, Yordania, dan Irak, daripada orang yang tinggal di Mesir modern.
Para peneliti kemudian membuat jerat 3D yang menguraikan fitur wajah mumi, dan menghitung peta panas untuk menyoroti perbedaan antara tiga individu dan menyempurnakan detail setiap wajah.
Seniman forensik Parabon kemudian menggabungkan hasil ini dengan prediksi Snapshot tentang warna kulit, mata, dan rambut. Di seluruh dunia, sisa-sisa ribuan mumi dari Mesir kuno telah digali, tetapi mendapatkan DNA utuh dan tidak rusak dari tubuh telah terbukti menantang.
Tim peneliti lain melakukan setidaknya upaya sebelumnya untuk mengurutkan DNA dari mumi tetapi terbukti tidak meyakinkan.
Upaya pertama terjadi pada 1985 dan kemudian terbukti cacat, karena sampel telah terkontaminasi dengan DNA modern.
Namun, proses baru yang digunakan pada mumi kuno ini juga dapat membantu para ilmuwan menciptakan kembali wajah untuk mengidentifikasi sisa-sisa modern, kata Ellen Greytak, direktur bioinformatika Parabon, kepada Live Science.
Pada 2017, para peneliti di Institut Max Planck untuk Ilmu Sejarah Manusia di Tübingen, Jerman juga telah berhasil mengurutkan DNA dari mumi Mesir untuk pertama kalinya.