Rabu 29 Sep 2021 22:44 WIB

Cakupan Pengobatan Tuberkolosis Turun karena Pandemi

Cakupan pengobatan Tuberkolosis tahun ini lebih rendah dari 2020 akibat pandemi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nora Azizah
Cakupan pengobatan Tuberkolosis tahun ini lebih rendah dari 2020 akibat pandemi.
Foto: DHONI SETIAWAN/ANTARA FOTO
Cakupan pengobatan Tuberkolosis tahun ini lebih rendah dari 2020 akibat pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan penyakit Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih banyak ditemui. Namun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, cakupan pengobatan kasus TB di Indonesia selama 2021 lebih rendah dibandingkan 2020 lalu karena pandemi Covid-19.

"Kalau dilihat coverage pengobatan TB sampai 3 September 2021 memang menunjukkan cakupannya masih rendah, sekitar 20 persen dibandingkan (pengobatan kasus TB) selama 2020 karena terkait pandemi Covid-19," ujar Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu  saat berbicara di konferensi virtual Universitas Yarsi bertema Eliminasi Penyakit 2030 dengan Implementasi Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021, Rabu (29/9).

Baca Juga

Akibatnya, dia menambahkan, perluasan cakupan pengobatan kasus TB aktif, baik di rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya termasuk pengeloaan program ini mengalami hambatan. Ia mengakui, pengobatan kasus TB masih jadi pekerjaan rumah buat pemerintah. 

Kendati demikian, pihaknya menganalisa mungkin hampir semua program, termasuk pengobatan TB mengalami penurunan selama pandemi. Sementara itu, Kemenkes mencatat pengobatan TB selama 2020 sebanyak 43 persenan. 

Kemenkes juga mencatat kasus TB selama 2020 sebanyak 362.418. Padahal, Kemenkes memperkirakan penderita TB di Tanah Air sekitar 845 ribu. Kemudian, Kemenkes juga mencatat penderita TB kebal obat atau MDR sebanyak 7.921 dan anak yang menderita penyakit yang menyerang paru-paru tersebut sebanyak 33.366.

"Kemudian, kasus TB HIV sebanyak 8.003," ujarnya.

Untuk menangani TB, dia melanjutkan, ada tiga arahan presiden soal percepatan eliminasi TB. Pertama adalah pelacakan secara agresif untuk menemukan penderita TB, kemudian kedua stok obat-obatan TB harus tersedia dan pengobatan harus sampai tuntas, serta terakhir adalah upaya pencegahan harus dilakukan lintas sektor hingga dari sisi infrastruktur. 

Sementara itu, empat hal untuk penanganan TB, yaitu meningkatkan intensitas edukasi, komunikasi, dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai TN. Kemudian, kedua meningkatkan intensitas penjangkauan ke masyarakat, ketiga melakukan penguatan fasilitas kesehatan, dan terakhir memperkuat sistem informasi dan pemantauan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement