Jumat 01 Oct 2021 05:57 WIB

Arabian Wine dan Fatwa Haram Minum Kopi

Kopi pernah mendapat fatwa sebagai minuman haram oleh Gubernur Mekkah pada abad ke-15

Red: Bayu Hermawan
Kopi (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Kopi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tanggal 1 Oktober masyarakat dunia merayakan Hari Kopi Internasional. Berbagai kisah menarik menghiasi perjalanan kopi menjadi salah satu minuman favorit di dunia. Dulu, bahkan kopi pernah mendapat fatwa sebagai barang haram untuk dikonsumsi oleh Gubernur Mekkah, serta dicap sebagai minuman orang kafir oleh umat Kristen di Eropa. Berikut ceritanya.

Pada Abad ke-15, kopi telah menyebar di jazirah Arab hingga mencapai Mekkah, Kota suci bagi umat Islam. Peziarah dan jamaah haji yang datang ke Mekkah dan Madina, turut mendorong semakin popularnya kopi di dunia. Seperti di Yaman, tempat-tempat minum kopi juga semakin banyak dibuka di wilayah Mekkah dan sekitarnya.

Baca Juga

Salah satu cerita paling menarik dari perkembangan kopi di Mekkah dan sekitarnya adalah ketika Gubernur Mekkah menutup kedai-kedai kopi yang ada disana. Dalam Unccommon Grounds karya Ralp Hattox dikisahkan pada sekitar tahun 1511, Gubernur Mekkah kala itu Khair-Beg, mengeluarkan aturan untuk menutup tempat-tempat minum kopi yang ada. 

Khair-Beg beralasan tempat-tempat tersebut telah membuat masyarakat lupa akan tugasnya untuk bekerja dan beribadah. Bahkan Khair Beg mengeluarkan fatwa bahwa kopi sama dengan wine, yakni haram untuk diminum.

Desas-desus mengatakan, bahwa alasan sebenarnya Khair Beg menutup dan mengeluarkan fatwa haram untuk kopi lantaran dirinya tidak suka dan khawatir posisinya terancam. Seperti masyarakat saat ini, warung kopi menjadi tempat bagi masyarakat untuk berdiskusi. Dalam diskusi-diskusi tersebut kerap kali muncul kritikan dan rasa tidak puas terhadap Khair Beg. Bahkan, di tempat minum kopi, masyarakat mengolok-olok Gubernur Mekkah tersebut.

Apa yang dilakukan Khair Beg mendapat penolakan keras dari masyarakat. Bahkan, ulama-ulama yang tak sejalan dengan Gubernur Mekkah itu mengeluarkan pendapat bahwa kopi bukan minuman haram. Akhirnya, penutupan dan fatwa haram untuk kopi dibatalkan. Dan kopi semakin popular dikalangan masyarakat sebagai Arabian Wine yang mengacu pada kejadian tersebut.

Ketenaran qahwa membuat biji kopi menjadi komoditas yang banyak diperdagangkan saat itu. Pedagang-pedagang dari Suriah kemudian membawa kopi ke Turki. Dengan cepat, kopi juga menjadi minuman favorit di Turki, yang kala itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ottoman. 

Kopi pun dengan cepat menjadi budaya baru di Turki, salah satunya dalam tradisi pernikahan warga disana. Disebutkan bahwa bagaimana cara seorang perempuan menyeduh kopi menjadi salah satu faktor penilaian bagi seorang pria untuk mencari jodoh. Jejak popularitas kopi di Turki masih bisa kita rasakan sampai saat ini, yakni melalui Turkish Coffee. 

Berbeda dengan cara mengolah kopi pada umumnya saat itu, Tukish Coffee dibuat dengan menggunakan biji kopi yang digiling sangat halus, melebihi tingkat kehalusan untuk espresso. Bubuk kopi kemudian direbus bersama gula dalam di Cezve, semacam panci kecil yang terbuat dari kuningan. Turkish Coffee menjadi salah satu cara menyeduh kopi tertua yang masih ada hingga saat ini.

Ketika Kesultanan Utsmaniyah menaklukan Konstantinopel pada 1453 Masehi, kopi ikut dibawa ke kesana. Sentimen agama ikut mempengaruhi perkembangan kopi saat itu. Orang-orang Eropa memberikan stigma buruk bagi kopi, mereka menyebut kopi sebagai minuman orang-orang kafir. 

Semua berubah saat Paus Celement VIII melawan pendapat umum yang berkembang saat itu di masyarakat Eropa. Menurutnya, kopi mempunyai khasiat dan kenikmatan yang sayang jika hanya boleh dinikmati oleh bangsa Arab dan orang-orang Islam saja. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement