Senin 04 Oct 2021 19:32 WIB

Perizinan Jadi Kendala Mayoritas PTS untuk Lakukan PTM

Belum ada PTS yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko, mengungkapkan, saat ini belum ada perguruan tinggi swasta (PTS) yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. (Foto: Ilustrasi mahasiswa)
Foto: republika/mardiah
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko, mengungkapkan, saat ini belum ada perguruan tinggi swasta (PTS) yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. (Foto: Ilustrasi mahasiswa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko, mengungkapkan, saat ini belum ada perguruan tinggi swasta (PTS) yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh PTS dalam menggelar PTM terbatas, dua di antaranya berkaitan dengan perizinan pelaksanaan PTM terbatas.

"Sampai sekarang belum ada PTS yang melaksanakan PTM. Namun, PTS diperbolehkan dengan berbagai persyaratan dan protokol kesehatan yang harus dipenuhi," ujar Budi kepada Republika lewat pesan singkat, Senin (4/10).

Baca Juga

Dia menjabarkan, delapan poin persyaratan dan protokol kesehatan yang harus dipenuhi oleh PTS untuk menggelar PTM terbatas. Pada empat poin pertama dituliskan, dosen, staf, dan mahasiswa harus sudah divaksinasi; perkuliahan dan kehadiran karyawan maksimal 50 persen; menjaga protokol kesehatan; dan menyediakan fasilitas kesehatan dan kebersihan di kampus.

Kemudian, pada tiga poin berikutnya dari persyaratan dan protokol kesehatan yang dibentuk oleh APTISI itu tertulis, PTS harus mendapatkan izin dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2DIKTI) setempat, izin dari Satgas Penanganan Covid-19 setempat, dan terdapat kesepakatan dari senat perguruan tinggi dan kesepakatan badan eksekutif mahasiswa (BEM) kampus.

"Dengan kata lain, semestinya pertemuan luring dapat dilakukan dengan menjaga protokol kesehatan, dan semakin banyak dosen dan mahasiswa yang sudah vaksin. Saat ini secara umum, daya serap ilmu dan efektivitas dengan daring tidak sampai 60 persen," jelas Budi.

Menurut Budi, ada sejumlah faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama, faktor kebiasaan dan kesiapan dosen dan mahasiswa dalam menggunakan learning management system (LMS) atau daring.

Faktor kedua, konektivitas jaringan yang kurang bagus. Ketiga, materi pembelajaran yang kurang menarik. Terakhir, sarana dan prasarana yang kurang mendukung.

"Pertemuan daring akan efektif jika empat hal sudah terpenuhi. Pertemuan tatap muka masih jauh lebih efektif untuk sekarang ini karena empat faktor di atas belum terpenuhi. Khusus mata kuliah yang membutuhkan peraga dan praktikum, model pembelajaran tatap muka akan jauh lebih efektif," jelas Budi.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Tahun Akademik 2021/2021. Salah satu yang diatur dalam SE 4/2021, yakni perguruan tinggi kembali menggelar PTM terbatas pada semester gasal tahun akademik 2021/2022.

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Aris Junaidi, dalam siaran pers, Sabtu (25/9), mengatakan, sejumlah tahapan harus dijalankan kampus untuk menerapkan PTM Terbatas. Mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pemantauan, yang semuanya tercantum pada surat edaran tersebut. Aris mengingatkan, PTM terbatas dilakukan dengan melihat status PPKM yang berlaku di daerah perguruan tinggi masing-masing. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement