Oleh : Andi Nur Aminah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa kali, saya mengikuti kelas-kelas videografi yang mengajarkan tentang keterampilan digital atau digital skill. Saya selalu menemukan teman sekelas yang berprofesi sebagai guru. Guru level mana saja. Mulai dari kelas TK hingga SMA, bahkan juga termasuk dosen.
Dari mereka saya menemukan banyak hal positif. Sebut saja semangat. Mengapa saya mendahulukan semangat.
Semangatlah yang membuat Bunda Ani, sebut saja demikian, satu di antara peserta dengan profesi guru, tak pernah absen bahkan selalu terdepan menyahut saat materi mulai diberikan. Kelas-kelas online di grup-grup WA atau telegram, hampir semua diikutinya. Saat kelas dimulai melalui zoom, wajahnya langsung nongol.
Bunda Ani, seorang pengajar di SD yang menangani kelas-kelas rendah seperti kelas 1 dan kelas 2. Dia seorang wali kelas yang juga guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Saat awal kelas dimulai, antusiasmenya sudah terlihat.
Dari segi usia, Bunda Ani tak sudah cukup senior. Luar biasanya, dia tak mau kalah dengan orang-orang lebih muda dari usianya untuk menguasai dunia digital. Dia ingin melek digital, sangat ingin bisa membuat berbagai video pembelajaran untuk ditampilkan ke anak didiknya.
Selama masa pandemi, waktu belajar siswa dilalui dengan belajar daring. Sebagai seorang guru, Bunda Ani ingin membagikan ilmu kepada anak didiknya dengan cara menyenangkan.
Dia menyampaikan keinginannya membuat video-video animasi bergerak. Lalu materi pembelajarannya akan diselipkan di video itu. Serta diiringi musik-musik bernuansa Islami.
Bunda Ani boleh dibilang belajar dari nol. Mengenal aplikasi editing video bernama Kinemaster pun baru diketahuinya. Gadget dengan 4RAM 64ROM itu pun baru saja mungunduh aplikasi tersebut, yang dikhususkan mengedit video dari handphone.
Semua hal yang masih tanda tanya baginya diutarakan. Dengan telaten, dia menyimak video-video tutorial yang kebanyakan diberikan berupa link channel Youtube dilahapnya.
Dia menonton, mengamati, lalu mempraktikkannya. Maka saat mulai bisa memasukkan gambar, mengubah huruf-huruf sesuai keinginannya, lalu menyelipkan bahan pembelajaran, menambahkan musik, atau mengisi narasi suara, tak terkatakan gembiranya Bunda Ani. Apalagi saat diajari bagaimana cara membuat channel Youtube. Bunda Ani tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Ini yang saya tunggu-tunggu dari dulu," ungkapnya.
Maka, hari demi hari, saat kelas-kelas online dimulai, Bunda Ani mulai menggunakan metode baru. Dia cukup membagikan link video Youtube yang sudah diunggahnya, untuk ditonton oleh murid-muridnya. Esok harinya, dia akan hadir dengan video pembelajaran terbaru lainnya yang sudah disiapkannya di channel Youtube.
Cara ini pun dilakoninya hari demi hari. Hampir setiap hari, dia menyiapkan konten pembelajaran sesuai dengan silabus mata pelajaran. Kadang saat kelas digelar baik lewat google class room, maupun zoom, kontennya kemudian diunggah juga di Youtube.
Dia pun menyampaikan pesan, khususnya buat para orang tua murid, bahwa pembelajaran tersebut bisa dilihat ulang di Youtube. Tentu saja sambil langsung membagikan link. Ternyata, cara ini cukup praktis, dan memudahkan para orang tua menemani anaknya belajar dengan mengulang kembali materi pembelajaran.
Tujuan awalnya tentu memudahkan anak didik belajar online dengan materi pembelajaran yang dikemas menarik agar tidak membosankan dalam bentuk video. Dengan setiap video pembelajaran yang dibuatnya, para siswa semakin banyak memperoleh konten positif dan pengetahuan. Dia pun menyadari, semakin banyak konten pembelajaran, channel-nya akan semakin bertumbuh, dan jam tayangnya pun terus bertambah.
Artinya, ini membuka potensi income baru baginya dengan menjadi seorang guru sekaligus youtuber. Ini sangat mungkin bisa dicapai oleh seorang guru.