REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sindrom mata kering mengintai mereka yang bekerja menatap layar gawai terlalu lama yang dilakukan sebagian masyarakat saat bekerja dari rumah, work from home (WFH) selama pandemi. "Mata kering disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya terlalu lama menatap TV, komputer atau gadget," kata dr Damara Andalia, SpM, dalam webinar kesehatan, Rabu (6/10).
Mata kering disebabkan penurunan produksi dan kualitas air mata yang bersifat sebagai pelumas. Bila tidak diatasi, mata kering dapat menimbulkan komplikasi luka terbuka pada lapisan luar pelindung mata yakni kornea.
Situasi pandemi berkepanjangan ini mengharuskan sebagian orang lebih banyak duduk atau berbaring sambil menonton televisi, membaca dan menatap layar gawai dalam jangka waktu lama, salah satu risiko terjadinya mata kering. Gaya hidup seperti itu dapat memicu atau memperberat kondisi mata kering.
Paparan pendingin udara secara langsung terlalu lama juga turut berpengaruh. Mata kering bisa dialami oleh orang-orang di atas 50 tahun, khususnya perempuan pasca menopause.
"Namun, dengan gaya hidup digital di mana gawai tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, mata kering pun dapat dialami oleh dewasa muda, bahkan anak-anak," kata dokter spesialis mata dari Universitas Indonesia ini.
Mata kering pun dapat dipicu oleh faktor lingkungan, seperti debu, kering, berangin juga asap rokok. Ini pun dapat terjadi pada orang yang punya riwayat operasi mata, atau memiliki penyakit lain yang memicu mata kering.
Baca juga : Vaksinasi Lengkap Baru 25 Persen, Butuh Upaya Extraordinary
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan mata kering antara lain pemakaian lensa kontak yang tidak sesuai instruksi dokter mata, serta penyakit metabolik seperti diabetes melitus. Mata kering punya prevalensi cukup tinggi di Indonesia, yakni 27,5 - 30,6 persen, dan lebih tinggi pada populasi lanjut usia, yakni 5 hingga 30 persen. Anggota Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI) itu menjelaskan, prevalensi mata kering pada penderita kelainan metabolik lebih tinggi dibandingkan populasi biasa, yakni mencapai lebih dari 20 persen.
"Pasien dengan kelainan metabolik dan mata kering harus ditangani secara sistemik, menyeluruh, tidak cuma di mata saja," jelas Damara.