Oleh : Ani Nursalikah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Pondok pesantren kini bukan lagi sebatas institusi pendidikan berbasis keagamaan. Peran pesantren semakin luas sebagai pendorong berkembangnya ekonomi keumatan dan basis keterampilan para santri.
Salah satu program yang menjanjikan bagi kemandirian ekonomi pesantren adalah One Pesantren One Product (OPOP). OPOP adalah suatu program yang bertujuan menciptakan kemandirian santri, masyarakat, dan pesantren secara finansial. Satu pesantren mengembangkan dan memasarkan satu produk yang dinilai paling laku di pasaran.
Lewat OPOP, pesantren bukan hanya mengikuti audisi untuk dicari yang terbaik, tapi pesantren juga akan mendapatkan peningkatan wawasan, pengetahuan, dan pendampingan usaha. Pesantren yang mengikuti program ini diharapkan menghasilkan produk yang mempunyai nilai tinggi di dalam negeri dan mancanegara. Pembeli produk ini akan dicarikan pembelinya oleh pemerintah setempat.
Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim) telah menjalankan OPOP. Tidak heran karena jumlah pesantren di dua provinsi ini cukup banyak. Mengutip situs OPOP Jabar, terdapat 1.574 pesantren dengan 10 bidang usaha yang tergabung dalam OPOP 2019-2020. Bidang usaha yang dikembangkan bermacam-macam, seperti kuliner, produk fashion, komoditas pertanian, kerajinan, peternakan, dan sebagainya.
Program OPOP di Jawa Barat telah berjalan selama tiga tahun. Setiap tahunnya banyak pesantren di setiap kota/kabupaten antusias mengikutinya. Tercatat pada OPOP 2021, yang melakukan pendaftaran sebanyak 2.600 pesantren, kemudian yang lolos seleksi 1.329 pesantren tersebar di tiap desa dari 15 kabupaten/kota se-Jabar.
Di Cirebon misalnya, sebanyak 63 pondok pesantren di Kabupaten Cirebon tahun ini mengikuti OPOP. Bupati Cirebon Imron mengatakan mereka akan mendapatkan bantuan modal tahap pertama mulai dari Rp 25 juta sampai Rp 35 juta.
Baca juga : Pesantren Mandiri, Masyarakat Berdaya
Untuk bisa mendapatkan bantuan modal tersebut, harus sudah memiliki usaha dan memaparkannya dalam sebuah audisi. Usai mendapatkan bantuan modal tahap pertama, pesantren juga bisa mengikuti audisi tahap dua untuk berkesempatan mendapatkan bantuan modal sebesar Rp 75 juta sampai Rp 200 juta.
Salah satu cerita sukses datang dari pesantren modern al-Ittifaq, Bandung. Santri di sini juga diajarkan bagaimana cara berusaha dibidang pertanian atau agrobisnis.
Salah satu pelopor agar santri belajar agrobisnis di pondok pesantren tersebut adalah KH Fuad Affandi. Baginya, tidak semua santri akan memilih jalan sebagai pendakwah atau ustadz. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan lain, yaitu usaha.
Bidang agrobisnis dipilih pesantren sebab berdasarkan letak geografis pondok yang berada di area pertanian di Desa Alam Endah, Kabupaten Bandung. Saat ini, produk pesantren dipasarkan ke supermarket di Bandung Raya, Jakarta, dan Tangerang.
Para santri diberi tanggung jawab mengelola satu lahan dengan dibarengi mentor yang merupakan alumni pesantren. Mereka diberikan pembelajaran tentang agrobisnis, termasuk menanam wortel, kol, stroberi, dan jeruk.
Sedangkan Jatim memiliki 6.864 pondok pesantren atau setara 24,76 persen dari total pesantren secara nasional. Jumlah ini merupakan potensi yang sangat besar untuk mendorong ekosistem ekonomi syariah.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan tercatat 550 Koperasi Ponpes di Jatim telah bergabung dengan OPOP dan 203 di antaranya telah terfasilitasi OPOP Jatim Berdaya. Menurutnya, sebagai negara dengan sebagian besar penduduknya Muslim, OPOP akan mendorong ekonomi syariah dan industri halal.Tentunya, masih banyak pesantren di daerah-daerah yang perlu dirangkul. Jangan sampai pesantren yang belum mandiri secara ekonomi ditinggalkan. Kuncinya adalah kolaborasi. Kolaborasi antarpesantren, lembaga swasta, perusahaan, dan dengan dinas terkait di pemerintahan setempat. Kolaborasi antarpesantren misalnya, bisa menciptakan produk yang beragam.
Baca juga : Apresiasi BRI Bagi Nasabah yang Kembalikan Uang di Atas ATM
Dengan mandiri dan berdaya, pesantren bisa menghidupi dirinya sendiri, mengembangkan fasilitas, sarana dan prasarana, bahkan bisa menyejahterakan masyarakat di sekitarnya. Citra pesantren yang hidup pas-pasan hanya dari dana wali santri atau sumbangan donatur kini bisa diusir jauh-jauh. Dengan demikian, tidak diragukan lagi pesantren menjadi lembaga yang rahmatan lil alamin.