REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Hari ini diperkenalkan pertama kali pada 1992 lalu oleh Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental (World Federation for Mental Health / WFMH).
Sayangnya, Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) mengatakan, kesehatan mental adalah salah satu bidang kesehatan masyarakat yang paling terabaikan. Hampir 1 miliar orang di dunia memiliki gangguan kesehatan mental, 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat penggunaan alkohol yang berbahaya dan satu orang meninggal setiap 40 detik karena bunuh diri.
Bahkan, Survei Global Health Data Exchange tahun 2017 menunjukkan, ada 27,3 juta orang di Indonesia mengalami masalah kejiwaan. Hal ini berarti, satu dari 10 orang di negara ini mengidap gangguan kesehatan jiwa. Indonesia jadi negara dengan jumlah pengidap gangguan jiwa tertinggi di Asia Tenggara.
Persoalan ditambah dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih terjadi tahun ini. Artinya, kondisi sekarang ini dapat menyebabkan orang cemas, khawatir, hingga depresi yang mengganggu kesehatan mentalnya, terutama bagi orang yang terdampak secara langsung kehidupannya karena Covid-19.
Terbaru, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan angka gangguan kecemasan yang dialami oleh masyarakat Indonesia naik sebesar 6,8 persen selama pandemi Covid-19. Hal itu terungkap dalam penelitian terakhir yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.
"Angka gangguan depresi juga ikut mengalami peningkatan 8,5 persen. Apabila melihat proyeksi jumlah penduduk di Indonesia, hal tersebut benar-benar membutuhkan penanganan serius," kata Subkoordinator Substansi Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Juzi Delianna, saat berbincang-bincang dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua, Jumat (8/10).