Noken, Tas Khas Papua yang Paling Banyak Diburu
Pedagang merapikan noken yang dijual komunitas Mama-mama Noken Papua di Taman Imbi, Kota Jayapura, Papua, Ahad (3/10/2021). Kegiatan tersebut untuk menyemarakan PON Papua sekaligus mengenalkan tas tradisional masyarakat Papua Noken sebagai oleh-oleh khas Papua.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Noken menjadi salah satu primadona selama Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 digelar. Dari puluhan ribu tamu yang datang ke Bumi Cendrawasih selama perhelatan PON banyak yang tertarik untuk menjadikan tas khas Papua ini sebagai buah tangan.
Dalam perjalanan menuju hotel di Jayapura, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat tiba di Papua, Jumat (1/10), menghampiri seorang pedagang di pinggir jalan. Rupanya Presiden Jokowi pun menyempatkan diri membeli noken khas Papua.
Tak aneh jika para jurnalis peliput ajang multicabang olahraga ini latah mencari noken. Sabtu (9/10), saya memiliki waktu lebih luang dibanding hari biasanya karena tidak ada deadline koran.
Hampir di semua venue pertandingan sebenarnya ada stand penjualan suvenir PON. Termasuk aneka noken. Namun jumlah dan jenisnya tidak sebanyak di kawasan Stadion Utama Lukas Enembe di kawasan Sentani, Kabupaten Jayapura.
Noken merupakan kerajinan khas tanah Papua yang hanya boleh dibuat oleh orang Papua karena melambangkan kedewasaan seorang perempuan lokal. Jika tidak bisa membuat noken, maka perempuan tersebut belum dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah.
Tas tradisional masyarakat Papua ini terbuat dari serat kulit kayu. Ada yang dari kulit kayu pohon manduan, pohon nawa, hingga anggrek hutan.
Saking khasnya tas tanah Papua ini, Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang membawahi pendidikan dan kebudayaan atau UNESCO mengakui noken Papua sebagai warisan kebudayaan tak benda dunia pada 4 Desember 2012.
Dengan mobil sewaan usai meliput final bulu tangkis di GOR Waringin, Abepura, kami meluncur ke Stadion Utama Lukas Enembe di Sentani. Sekitar 30 menit, kami pun sampai. Di sana berjejer kios pedagang menjajakan aneka buah tangan PON, termasuk noken.
Tak lama kami di sana karena memang agenda selanjutnya meliput kegiatan Menpora RI Zainudin Amali di pasar tradisional Mama-mama Papua. Seorang teman membeli noken terbuat dari kulit kayu ukuran sedang seharga Rp 300 ribu.
Di pasar Mama-mama Papua juga, kata sopir yang mengantar kami, banyak dijual oleh-oleh khas Papua termasuk aneka noken. Kami pun berpikir mencari noken di sana saja dengan harapan harganya bisa lebih murah karena biasanya harga-harga di pasar tradisional memang lebih murah.
Tapi ternyata harga di pasar tradisional tidak berbeda jauh. Berdasarkan pantauan, harga noken bervariasi mulai 200 ribu hingga jutaan rupiah. Seorang mama pedagang noken bahkan mengungkapkan ada noken yang berharga Rp 10 juta.
Namun noken itu bukan terbuat dari serat kayu pohon apalagi dari benang rajut. Tetapi terbuat dari pohon anggrek emas yang diambil seratnya dengan proses yang cukup panjang. Pembuatannya pun tak seperti noken biasa.
Bahan baku noken anggrek emas ini juga tak semudah kulit kayu umumnya karena harus dicari di hutan-hutan pedalaman. Sehingga wajar jika harga yang ditawarkan juga cukup tinggi mencapai Rp 10 juta.
Bagi masyarakat Papua, noken adalah tas aneka fungsi. Mulai dari membawa kebutuhan sehari-hari, pengangkut barang ke ladang dan pasar, hingga menggendong bayi. Ini karena noken mampu membawa barang yang memiliki berat hingga 20 kilogram.
Kebijakan Pemerintah Daerah Jayapura yang melarang penggunaan tas plastik di toko serbaada membuat noken semakin terasa manfaatnya. Apalagi tas khas ini memang ramah lingkungan.
Komentar