REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Kekerasan yang terjadi di antara pelajar, disebabkan oleh beberapa hal, mengingat masa remaja atau anak sekolah merupakan masa pencarian jati diri.
Oleh karena itu, ada hal yang perlu ditanamkan pada anak mulai dari pendidikan agama, hingga edukasi terkait hukum dan dampak dari tindak kekerasan.
Pengamat Pendidikan dari Komnas Pendidikan, Andreas Tambah, menjelaskan dalam masa pencarian jati diri pada remaja atau pelajar sekolah, terdapat anak yang kreatif sehingga biasanya bisa menunjukkan karyanya.
Namun, ada juga sebagian anak yang belum mampu menunjukkan prestasi, yang pada umumnya mengalami kebimbangan.
“Bagi anak yang mempunyai visi atau tujuan yang jelas, biasanya akan menunjukkan kehebatannya dengan prestasi. Namun, bagi sebagian yang belum mampu menunjukkan prestasi, dia akan mencari-cari sesuatu yang sering dianggap hebat,” ujar Andreas kepada Republika.co.id, Kamis (14/10).
Andreas menyebutkan, hal-hal yang dilakukan para pelajar yang masih mencari jati diri itu, bisa melalui keberanian, kenekatan, dan kekonyolannya. Dari situ, mereka akan mencari kesempatan untuk unjuk diri.
Misalnya, kata dia, mereka akan melakukan tawuran. Dari situ, para pelajar akan tampil garang, berani, nekat, dan bahkan tidak peduli dengan keselamatan orang lain.
“Nuraninya hilang oleh ambisi untuk mendapat predikat ‘jagoan’. Alasan sakit hati, dendam, dan lainnya hanya sebagai bumbu untuk alasan,” kata Andreas, menanggapi kasus ditikamnya pelajar SMAN 7 Bogor oleh pelajar lain dengan alasan dendam pribadi.
Lebih lanjut, Andreas mengatakan, faktor hukum yang diterapkan terhadap para pelajar pelaku kekerasan, tidak menimbulkan efek jera. Demikian juga pada dampak buruk yang dialami baik korban maupun pelaku, tidak dibahas dalam pendidikan. Termasuk juga nasehat yang bisa diberikan dari sekolah, maupun keluarga.
Sebagai solusinya, Founder Rumah Literasi-45 ini mengatakan, unsur pendidikan agama dalam keluarga perlu diperkuat.
Selain itu, masih dalam keluarga, komunikasi yang dibangun harus harmonis dan edukatif. Khususnya untuk hidup bermasyarakat. “Edukasi terkait hukum dan dampak dari tindak kekerasan juga perlu diketahui dan dipahami anak,” kata dia.