REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 mempercepat proses digitalisasi pelayanan di semua bidang, termasuk asuransi. Sejalan dengan itu, literasi digital masyarakat juga mulai membaik. Hal ini tercermin dari tumbuhnya industri asuransi selama pandami Covid-19.
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebutkan, pada semester I 2021 premi industri asuransi jiwa tercatat sebesar Rp 104,72 triliun atau tumbuh 17,5 % dibandingkan periode sebelumnya (yoy). Sedangkan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan hingga Juli 2021 aset industri asuransi tumbuh sekitar 9% (yoy) dan pendapatan premi naik 11,97 % (yoy).
Data tersebut menggambarkan transformasi digital di industri asuransi merupakan suatu kebutuhan saat ini. Apalagi, selama pandemi, perilaku konsumen dalam bertransaksi juga ikut berubah dari semula offline menjadi online. Hal itu diperkuat riset perusahaan reasuransi Swiss Re yang menyebutkan 76% masyarakat Indonesia tertarik membeli produk asuransi secara online di masa pandemi. Sedangkan, data Kementerian Komunikasi dan Informasi menyebutkan, pengguna layanan digital selama pandemi Covid-19 naik 37%. Hal ini sejalan dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang pada Januari 2021 sudah sebanyak 202,6 juta.
Direktur dan Chief of Product & Inforce PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife), Hans De Waal di Jakarta Jumat (15./10/2021) mengakui, pandemi memang mempercepat proses migrasi pelayanan dari tatap muka ke digitalisasi.
Ia mencontohkan, sebelum pandemi pelayanan tatap muka di customer service kantor pusat Manulife Jakarta rata-rata sekitar 100-200 orang per hari. Namun, saat pandemi angka kunjungan ini turun sebesar 50% karena konsumen sudah beralih ke pelayanan digital. Data menunjukkan selama pandemi, Manulife rata-rata mendapatkan email sebanyak 800 buah dan panggilan lewat telepon sekitar 700 panggilan setiap hari.