Sabtu 16 Oct 2021 13:42 WIB

Pengembangan SDM Vokasi Perkuat Kerja Sama dengan Industri

Pendidikan vokasi makin percaya diri memberikan kontribusi bagi industri.

Rep: Ronggo Astungkoro  / Red: Friska Yolandha
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang melihat praktikum proses produksi di SMK-SMTI Yogyakarta, Rabu (19/5). SMK-SMTI menjadi salah satu tempat perakitan alat deteksi Covid-19 GeNose C19 melalui konsorsium pengembang GeNose C19. Ini menjadi salah satu kerjasama antara unit pendidikan dan industri melalui pengembangan pembelajaran. Sehingga menunjukkan bahwa pendidikan vokasi saat ini sudah menjawab kebutuhan industri saat ini. Hingga kini 5 ribu unit GeNose C19 sudah dirakit di SMK-SMTI Yogyakarta.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang melihat praktikum proses produksi di SMK-SMTI Yogyakarta, Rabu (19/5). SMK-SMTI menjadi salah satu tempat perakitan alat deteksi Covid-19 GeNose C19 melalui konsorsium pengembang GeNose C19. Ini menjadi salah satu kerjasama antara unit pendidikan dan industri melalui pengembangan pembelajaran. Sehingga menunjukkan bahwa pendidikan vokasi saat ini sudah menjawab kebutuhan industri saat ini. Hingga kini 5 ribu unit GeNose C19 sudah dirakit di SMK-SMTI Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden European Association of Higher Education Professionals, Urs Keller, mengatakan satu dari sekian cara memperkuat kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dengan industri adalah pengembangan SDM. Perguruan tinggi vokasi harus sangat berorientasi pada bisnis, yang berarti mahasiswa vokasi tidak hanya belajar teori di kelas, tapi juga perlu belajar praktik di perusahaan.

Menurut warga negara Swiss itu, angka pengangguran lulusan perguruan tinggi vokasi bahkan menjadi yang terendah dibandingkan lulusan sekolah lain di Swiss, termasuk universitas, yaitu 45 persen. Itu artinya lulusan vokasi di Swiss sangat mudah terserap oleh industri.

Baca Juga

“Insan vokasi kami juga jadi yang paling diminta dan paling memenuhi persyaratan dunia industri. Mereka bahkan mendapatkan gaji yang serupa dengan orang-orang akademik, tapi mereka justru paling banyak dilibatkan dalam proyek-proyek di industri,” tutur Keller dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (16/10).

Kualitas mahasiswa juga akan sangat dipengaruhi oleh tenaga pengajar, yaitu dosen. Menurut Keller, dosen-dosen vokasi harus memiliki pengalaman praktik di industri sesuai dengan mata perkuliahan yang mereka ampu.

“Dosen harus memiliki pengalaman bertahun-tahun di ranah yang mereka ajarkan. Manajemen perguruan tinggi vokasi dan dosen harus berbicara bahasa industri dan memahaminya,” ujar Keller.

Pengalaman praktik di industri juga bisa dilakukan selama dosen menjalankan tugas mengajar, misalnya bekerja paruh waktu di industri dan magang. Keller mengatakan perguruan tinggi vokasi dan industri akan saling mendapatkan manfaat dari memberikan kesempatan magang kepada dosen atau mahasiswa vokasi. Dari pihak perguruan tinggi, mahasiswa mereka akan mudah terserap oleh industri dan dosen bisa mendapatkan pengalaman untuk mereka ajarkan.

“Sedangkan bagi perusahaan, mereka akan mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi praktis yang tinggi. Mereka juga akan lebih mudah dalam melakukan perekrutan karyawan. Secara bisnis, memperkerjakan tenaga kerja berkualitas akan membantu mereka mencapai profit yang luar biasa,” kata Keller.

Segenap pemangku kepentingan juga harus memberikan perhatian terhadap durasi magang insan vokasi di industri. Keller mengatakan, waktu tiga bulan jauh dari kata cukup untuk menghasilkan insan vokasi yang berkualitas dan memenuhi persyaratan industri.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement