Sabtu 23 Oct 2021 13:55 WIB

99,9 Persen Perubahan Iklim di Bumi Disebabkan Manusia

99,9 persen penyebab perubahan iklim di bumi berasal dari perilaku manusia.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
99,9 persen penyebab perubahan iklim di bumi berasal dari perilaku manusia.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
99,9 persen penyebab perubahan iklim di bumi berasal dari perilaku manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah konsensus ilmiah menyatakan bahwa manusia adalah penyebab terbesar perubahan iklim di bumi, yakni dengan persentasenya mencapai 99,9 persen. Kesimpulan itu ditemukan oleh peneliti yang memeriksa total 3.000 studi peer-review, dipilih secara acak dari daftar 88.125 makalah terkait iklim. Penelitian ini telah dipublikasikan di Environmental Research Letters.

Periode studi dan makalah adalah yang diterbitkan sejak 2012. Hasilnya menemukan bahwa hanya empat studi yang masih punya keraguan bahwa aktivitas manusia mengarah pada pergeseran iklim bumi.

Baca Juga

Terakhir kali penelitian serupa dilakukan, yakni melalui makalah yang diterbitkan antara tahun 1991 dan 2012. Ada 97 persen kepastian sehingga tampaknya tingkat skeptisisme yang kecil terus menyusut dari waktu ke waktu.

"Kami hampir yakin bahwa konsensus lebih dari 99 persen sekarang dan itu cukup banyak kasus ditutup untuk setiap percakapan publik tentang realitas perubahan iklim yang disebabkan manusia," kata Mark Lynas, pemimpin iklim dari Alliance for Science di Cornell University, New York, dilansir sari Science Alert, Sabtu (23/10).

Terlepas dari kesepakatan yang hampir universal di antara komunitas ilmiah, lebih dari 1 dari 3 orang di AS tidak berpikir bahwa pemanasan globalx salah satu gejala utama perubahan iklim, disebabkan oleh aktivitas manusia. Ada juga keraguan di kalangan politik tertentu.

Selain melihat 3.000 makalah secara mendetail, tim juga menggunakan algoritme berdasarkan kata kunci untuk mengurutkan seluruh basis data dari 88.125 makalah dalam urutan skeptisisme perubahan iklim antropogenik. Dari urutan tersebut terdapat 28 di antaranya dikategorikan 'skeptis' secara implisit atau eksplisit.

“Itu mirip dengan tingkat konsensus tentang lempeng tektonik atau evolusi,” kata tim tersebut.

Banyaknya penelitian yang telah dianalisis hanya menyisakan sedikit ruang untuk argumen ketika harus memperdebatkan ilmu tentang perubahan iklim. Lynas menambahkan bahwa untuk memahami konsensus, maka perlu pengukuran.

"Itu berarti mensurvei literatur dengan cara yang koheren dan tidak sewenang-wenang untuk menghindari makalah yang tidak tepat, yang sering kali merupakan cara argumen ini dilakukan di ruang publik,” tambahnya.

Namun, tidak jelas apakah opini ilmiah ini benar-benar diperhatikan oleh publik. Dinyatakan hanya 27 persen orang di AS yang berpendapat bahwa sebagian besar ahli sepakat tentang penyebab perubahan iklim. Sebagai perbandingan, 55 persen berpendapat hampir semua ilmuwan menyatakan bahwa vaksin MMR aman.

Studi khusus ini tidak mencoba menjawab pertanyaan mengapa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan ilmuwan dan pemiliran publik. Tetapi peneliti lain mencoba menawarkan beberapa ide, seperti penyebaran disinformasi.

Tidak ada keraguan tentang bagaimana aktivitas manusia menyebabkan pemanasan global, seperti melalui emisi gas rumah kaca. Dengan dimulainya KTT iklim global COP26 di Inggris pada akhir bulan ini, para pemimpin dunia memiliki kesempatan lain untuk menerapkan langkah-langkah berani untuk memperlambat pemanasan planet Bumi.

"Sangat penting untuk mengakui peran utama emisi gas rumah kaca sehingga kami dapat dengan cepat memobilisasi solusi baru, karena kami telah menyaksikan secara langsung dampak buruk bencana terkait iklim pada bisnis, manusia, dan ekonomi," kata ilmuwan lingkungan Benjamin Houlton , dari Cornell University.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement