REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Air bersih adalah hak asasi manusia. Inovasi filter air yang sederhana kini bantu jamin kesehatan warga di Uganda. Air yang telah disaring tidak perlu dimasak lagi.
Di tempat penampungan pengungsi Nakivale di Uganda bagian barat tinggal 130.000 orang, di antaranya Dina Nabintu. Ia bersama lima anaknya mengungsi ke sini enam tahun lalu dari negara tetangga Kongo, setelah para pemberontak membunuh suaminya.
Dina Nabintu harus mengambil air minum dari danau Nakivale yang tidak jauh dari sana. Namun, ternak juga minum di danau itu, sehingga airnya mengandung kuman-kuman.
Setiap tahunnya, 20.000 anak di bawah usia lima tahun meninggal akibat penyakit diare. Itu juga karena mereka terpaksa minum air kotor. Namun suhu tinggi mematikan bibit penyakit, oleh sebab itu Dina Nabintu selalu mendidihkan air sebelum diminum.
Dina Nabintu menjelaskan, kalau tidak saya didihkan, airnya kotor. Untuk memasak mereka menggunakan arang. Kalau tidak ada, mereka memakai kayu bakar.
Penggunaan kayu bakar rugikan lingkungan hidup
Untuk mendapatkan kayu bakar, pohon-pohon harus ditebang. Pendirian tempat hunian juga merambah hutan dalam skala besar.
Itulah yang ingin dicegah Saudah Birungi dan Henry Othieno, dengan perusahaan sosial Tusafishe. Mereka juga berusaha menyediakan air bersih lewat filter yang mereka sebar luaskan. Filter air itu harganya 1.200 dolar, dan dibiayai donatur dari AS.
Dengan filter ini sekitar 900 orang bisa mendapat air minum bersih setiap hari. Filter ini tidak bisa jadi solusi bagi semua masalah air di sini, tapi setidaknya bisa jadi awalnya.
Henry Othieno menjelaskan lewat sebuah peragaan, bagaimana mereka pertama-tama mengambil air danau yang kotor, kemudian membersihkannya lewat filter sehingga menjadi jernih dan layak diminum, bahkan tanpa harus dimasak lagi.