Selasa 26 Oct 2021 05:01 WIB

Cara Istri Nabi Muhammad Mengadukan Kesedihan Pra-Islam

Istri Nabi Muhammad sedih karena anaknya meninggal.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
 Cara Istri Nabi Muhammad Mengadukan Kesedihan Pra-Islam. Foto:   Suasa kehidupan suku Quraisy di Makkah, masa lalu. (liustrasi)
Foto: Dawnofislam film
Cara Istri Nabi Muhammad Mengadukan Kesedihan Pra-Islam. Foto: Suasa kehidupan suku Quraisy di Makkah, masa lalu. (liustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Nabi Muhammad (Sebelum jadi nabi) dan istrinya Khadijah dirundung kesedihan setelah ditinggal putranya Qasim dan Ibrahim. Atas kejadian  ini Khadijah yang masih belum memeluk Islam pergi kepada berhala mengadukan kesedihannya.

"Pada tiap kematian itu dalam zaman Jahiliyah tentu Khadijah pergi menghadap sang berhala," tulis Husen Haekal dalam bukunya Sejarah Muhammad.

Baca Juga

Apa tujuan Khadijah menghadap berhala yang tak bisa bicara, mendengar alias tidak bisa berbuat apa-apa? 

"Untuk bertanya, kenapa berhalanya itu tidak memberikan kasih sayangnya, kenapa berhala itu tidak melimpahkan rasa kasihan, sehingga dia mendapat kemalangan, ditimpa kesedihan berulang-ulang," tulis Husen Haekal.

Perasaan sedih karena kematian anak demikian sudah tentu dirasakan juga oleh suaminya. Rasa sedih ini selalu melecut hatinya, yang hidup terbayang pada istrinya terlihat setiap ia pulang ke rumah duduk-duduk di sampingnya. Tidak begitu sulit bagi kita akan menduga betapa dalamnya rasa sedih demikian itu.

"Pada suatu zaman yang membenarkan anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dan menjaga keturunan laki-laki sama dengan menjaga suatu keharusan hidup, bahkan lebih lagi dan itu," katanya.

Cukuplah jadi contoh betapa besarnya kesedihan itu, Muhammad tak dapat menahan diri atas kehilangan tersebut. Sehingga ketika Zaid bin Haritsah didatangkan dimintanya kepada Khadijah supaya dibelinya kemudian dimerdekakannya. 

"Waktu itu orang menyebutnya Zaid bin Muhammad. Keadaan ini tetap demikian hingga akhirnya ia menjadi pengikut dan sahabatnya yang terpilih," katanya. 

Juga Muhammad merasa sedih sekali ketika kemudian anaknya, Ibrahim meninggal pula. Kesedihan demikian ini timbul juga sesudah Islam mengharamkan menguburkan anak perempuan hidup-hidup, dan sesudah menentukan bahwa sorga berada di bawah telapak kaki ibu.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement