REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel berpendapat sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru.
"Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business," katanya, Sabtu (30/10).
Hal itu ia sampaikan menanggapi kebijakan pemerintah yang akhirnya akan menggelontorkan dana APBN untuk menyuntik pembiayaan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Tiongkok memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km tersebut.
Saat itu Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dollar AS, sedangkan Tiongkok mengajukan 5,5 miliar dollar AS. Tiongkok juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business.
Namun kemudian biayanya membengkak menjadi 6,07 miliar dollar AS, dan kini bengkak lagi menjadi 7,97 miliar dollar AS. Jepang yang sudah teruji dengan kualitas kereta cepat Shinkazen dan melakukan studi kelayakan jalur Jakarta-Bandung sejak 2012 itu pun kalah oleh proposal Tiongkok.
“Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” kata Gobel.
Gobel mengatakan, akibat pandemi Covid19, Indonesia dihadapkan pada keterbatasan anggaran. “Banyak anggaran yang kurang prioritas dipotong karena terkena refocusing. Karena kita fokus untuk menghadapi Covid-19, memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil, dan juga kita tak boleh mundur untuk membangun IKN. Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita,” katanya.
Agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, kata Gobel, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN, yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.
Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp. Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.
“Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” katanya.