REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Rektor IPB University, Prof Arif Satria menjadi salah satu panelis pimpinan perguruan tinggi dunia mewakili Asia dalam Time Higher Education Climate Impact Forum (THE IMPACT). Forum diskusi bergengsi tersebut dihadiri lebih dari 1.000 peserta dalam rangkaian pembentukan Aliansi “Nature Positive University.” Acara ini diselenggarakan oleh UN Environment Programme bekerja sama dengan THE IMPACT.
Selain Rektor IPB University, hadir juga sebagai pembicara rektor dari Oxford University, University of Ghana, University of Nairobi dan University of Tasmania. Sedangkan dua perwakilan lainnya adalah dari University of Cape Town dan Universidade de Sao Paulo, Brazil.
Para pemikir hebat dan inspiratif tersebut hadir dalam sesi “What would it take to make the world's universities 'nature positive'?” secara daring, Kamis (28/10). Sesi ini mempertimbangkan perlunya sikap perguruan tinggi yang positif terhadap alam. Sesi ini juga berusaha mengeksplorasi pengalaman perguruan tinggi dalam menerapkan strategi kelestarian lingkungan dan bekerja pada keanekaragaman hayati.
Dalam kesempatan ini, Prof Arif Satria, menyampaikan bahwa menjadi perguruan tinggi yang berwawasan positif terhadap alam merupakan tantangan besar. Ia juga menyampaikan pandangannya terkait tantangan untuk menjadi Nature-Positive University beserta upaya mitigasinya.
Menurutnya, menjadi perguruan tinggi yang “nature-positive” merupakan tantangan besar mengingat diperlukan visi yang kuat, dukungan finansial, dan tata kelola yang baik. Tidak hanya itu, upaya tersebut juga perlu didukung oleh perilaku ramah lingkungan seluruh sivitas akademika.
"Membangun visi yang kuat memerlukan kepemimpinan serta tim yang solid untuk merancang rencana strategis berikut implementasinya," ujar Prof Arif Satria seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Lebih lanjut, ia menerangkan, tantangan utama yang akan dihadapi antara lain adalah bagaimana mengubah fixed mindset ke arah nature positive. Tidak hanya itu, dukungan finansial sangat diperlukan karena program kampus hijau membutuhkan investasi yang cukup tinggi.
Prof Arif Satria juga menyebut, pengembangan kemitraan antara pemangku kepentingan seperti perusahaan swasta adalah cara strategis untuk meningkatkan dukungan keuangan. Kemitraan yang dimaksud dapat melalui program CSR. Tidak hanya itu, peran pemerintah juga penting untuk memperkuat dan mengubah perilaku masyarakat karena melibatkan semua elemen kampus.
“Karena upaya ini cukup menantang untuk mengajak pemerintah mendukung kampus hijau, karena kami sudah mendeklarasikan Kampus Hijau IPB pada tahun 2014. Kami juga telah mencoba mengubah paradigma di lingkungan kampus menjadi positif terhadap alam dan menyalurkan energi perubahan ini sebagai inspirasi bagi masyarakat luas untuk meningkatkan ketahanan yang hilang karena perubahan iklim,” terangnya.
Rektor IPB University itu mengaku, kampus IPB University menjadi tempat konservasi sekaligus tempat pembelajaran melalui ragam ekosistemnya. Di dalam kampus IPB Dramaga, setidaknya ada 22 jenis mamalia, 99 jenis burung, 12 jenis ampibi, 38 jenis reptil, 128 jenis kupu-kupu, 173 jenis tanaman berkayu, 40 jenis bambu serta 127 jenis tanaman obat.
Prof Arif Satria berharap pembentukan Alliance for Nature-Positive Universities dapat menjadi tempat yang efektif dan berkembang dalam pelaksanaan policy-dialogue. Ia juga berharap, upaya ini dapat menjadi inspirasi implementasi program pendidikan yang nature-positive serta mendorong mobilitas global melalui program pertukaran dan tempat pengembangan kesadaran akan pentingnya alam dan lingkungan.