REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Perusahaan teknologi asing telah menarik atau mengurangi operasi mereka di China. Undang-undang privasi data yang ketat menjadi penyebabnya. Peraturan itu menentukan bagaimana perusahaan mengumpulkan dan menyimpan data mulai berlaku.
Dilansir dari ABC New, Rabu (3/11), Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi yang mulai berlaku pada 1 November membatasi jumlah informasi yang boleh dikumpulkan oleh perusahaan dan menetapkan standar bagaimana informasi itu harus disimpan. Perusahaan harus mendapatkan persetujuan pengguna untuk mengumpulkan, menggunakan, atau membagikan data, dan menyediakan cara bagi pengguna untuk tidak ikut berbagi data.
Perusahaan juga harus mendapatkan izin untuk mengirim informasi pribadi pengguna ke luar negeri. Undang-undang baru meningkatkan biaya kepatuhan dan menambah ketidakpastian bagi perusahaan-perusahaan Barat yang beroperasi di China. Perusahaan yang tertangkap melanggar aturan dapat didenda hingga 7,8 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau lima persen dari pendapatan tahunan mereka.
Regulator China telah menindak perusahaan teknologi. Regulator berusaha untuk mengekang pengaruh perusahaan raksasa dan mengatasi keluhan bahwa beberapa perusahaan menyalahgunakan data serta terlibat dalam taktik lain yang merugikan kepentingan konsumen.
Perusahaan teknologi asing juga hengkang ketika AS dan China berada dalam posisi perang dagang. Washington telah memberlakukan pembatasan pada raksasa peralatan telekomunikasi Huawei dan perusahaan teknologi China lainnya, menuduh entitas tersebut memiliki hubungan dengan militer dan pemerintah China.
Perusahaan lokal juga merasakan tekanannya, dengan perusahaan e-commerce seperti Alibaba menghadapi denda. Regulator sedang menyelidiki beberapa perusahaan dan telah memberlakukan aturan ketat yang memengaruhi perusahaan gim seperti NetEase dan Tencent.