REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permainan yang ideal untuk anak adalah yang bersifat aktif baik secara fisik maupun motorik. Hal itu disampaikan psikolog klinis dan keluarga dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Pritta Tyas Mangestuti.
Pritta menjelaskan inti penting dari bermain adalah membuat anak bergerak secara fisik dan aktif untuk berpikir. Jika objek atau mainannya yang lebih aktif dan menjadikan anak pasif maka lebih baik dihindari.
"Jadi permainan yang ideal adalah yang membuat anak aktif, bukan malah mainannya yang aktif anaknya pasif. Bermain itu melibatkan fisiknya dia, berpikir dan bergerak," ujar Pritta dalam acara "Bebas Mainkan Sesukamu" pada Sabtu (6/11).
Untuk membuat anak mengekspresikan emosi dan imajinasinya, orang tua perlu memiliki sudut pandang seperti anak-anak. Jika tidak, orang tua dan anak akan kesulitan untuk melakukan permainan bersama.
"Orang tua kadang tidak bisa melihat artinya mainan buat anak. Kayak misalnya dia melompat-lompat atau menirukan suara tertentu. Orang tua yang tidak mau mengerti akan bilang ngapain sih," jelas Pritta.
"Gerakan-gerakan ini sangat berarti buat dia. Semakin sederhana alat bermain maka semakin bisa menstimulasi anak untuk membuat imajinasinya dia menjadi nyata. Ada kan anak yang suka bermain dengan peralatan dapur," imbuhnya.
Ide bermain dengan anak bisa disesuaikan berdasarkan tahap perkembangannya. Hal yang terpenting adalah orang tua harus membiarkan anak untuk memilih permainan. Selain itu, sebisa mungkin orang tua tidak memaksakan anak harus bermain mainan tertentu lantaran sedang tren atau ingin membuat si kecil memiliki bakat tertentu.
"Untuk menentukan ide bermain adalah amati dulu anaknya. Jangan terlalu banyak memasukkan agenda kita nanti jadi belajar bukan bermain. Kalau dia lagi ingin role play ya kita ikuti, kalau dia senang lari-lari berarti kebutuhannya ingin lebih banyak gerak," kata Pritta.
Menurut Pritta, orang tua juga harus menikmati momen saat bermain dengan anak. Jika orang tua acuh tidak acuh bermain, maka anak pun akan merasa bahwa bermain bukanlah hal yang menarik. "Kalau main sama anak nikmati saja prosesnya, jangan diagendakan harus ini harus itu. Bermain adalah inisiatif dari anaknya," ujar Pritta.