REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Iwan Puja Riyadi, mengungkapkan, empat faktor yang kerap menjadi penyebab kecelakaan kendaraan di jalan tol. "Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan hasil interaksi antarfaktor," kata Iwan dalam keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin (8/11).
Empat faktor yang dimaksud Iwan yakni pengemudi, kendaraan, lingkungan jalan, serta cuaca. Faktor pengemudi yang bisa menjadi penyebab kecelakaan, menurut dia, misalnya kondisi pengemudi yang sedang mengantuk, tidak fokus, atau kelelahan, menyetir di bawah pengaruh obat-obatan, narkotika, alkohol, atau menyetir sambil melihat gawai baik telepon genggam atau tablet.
Selain itu, lanjut dia, kecelakaan bisa disebabkan pengemudi yang belum menguasai teknik menyetir, atau melakukan kesalahan bereaksi saat menyetir baik panik atau reaksi yang terlalu lambat. "Hal yang penting adalah mengutamakan konsentrasi penuh sang pengemudi sebelum berkendara," ujar Iwan.
Ia mengatakan, seorang pengemudi yang berkendara di jalan bebas hambatan harus mampu mengontrol laju kendaraan sebab selama ini banyak kecelakaan terjadi lantaran pengemudi melajukan mobilnya melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan sehingga kehilangan kendali. Meski melaju di jalan bebas hambatan, menurut dia, bukan berarti seorang pengemudi bisa bebas melajukan kendaraannya melampaui batas kecepatan yang telah ditentukan.
"Batasan tersebut tentunya sudah diperhitungkan agar aman saat dilintasi kendaraan. Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan bukan jalan di mana pengemudi dengan bebas memacu kecepatan," tutur Iwan.
Pengemudi, kata dia, harus menyesuaikan kecepatan kendaraan dengan lajur yang dipilih, serta menggunakan lajur sesuai peruntukannya. Pengendara juga harus bisa memperkirakan dan menjaga jarak aman dengan kendaraan lain agar bisa menghindar jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di depannya.
Ia juga mengingatkan bahwa bahu jalan di jalan tol tidak diperuntukkan sebagai tempat berhenti atau bahkan beristirahat. Pengemudi tidak seharusnya menepikan kendaraan atau berhenti di bahu jalan jika memang tidak sedang dalam kondisi darurat.
Selain faktor pengemudi, lanjut Iwan, faktor kendaraan seperti kondisi mesin, rem, lampu, ban, serta muatan bisa menjadi penyebab kecelakaan, demikian halnya faktor cuaca berupa kondisi hujan, kabut, atau asap. Di samping itu, terdapat faktor lingkungan jalan yang di antaranya berupa desain jalan seperti median, gradien, alinyemen, dan jenis permukaan, termasuk kontrol lalu lintas seperti marka, rambu, dan lampu lalu lintas. Pembangunan jalan tol, terangnya, mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan, dan memenuhi kaidah jalan berkeselamatan.
"Konsep desain jalan berkeselamatan adalah bahwa seluruh sistem lalu lintas jalan disesuaikan dengan keterbatasan atau kemampuan manusia sebagai pengguna jalan, tujuannya untuk mencegah terjadinya tabrakan yang melibatkan elemen infrastruktur jalan," kata Iwan.
Untuk mengurangi kejadian kecelakaan, pencegahan dan keselamatan lalu lintas dapat dilakukan melalui beberapa aspek, baik berupa aspek rekayasa, aspek pendidikan, dan aspek hukum. Pada aspek rekayasa, ia mengatakan, hal yang bisa dilakukan antara lain penyediaan dan pengembangan tempat istirahat, pemeliharaan jalan dan prasarananya, pemasangan rumble stripe, merapatkan jarak antar guide post, pemasangan marka, pemasangan warning light atau lampu flip flop, pemasangan rambu, dan pembatasan kecepatan. Mengingat penyebab utama kecelakaan adalah manusia, menurutnya, aspek memperbaiki perilaku pengendara sangat penting yang dapat dimulai dari pendidikan di sekolah, melalui himbauan, dan juga pelatihan.
"Ujian keterampilan harus dilakukan di lapangan dan mengerti arti dari rambu-rambu lalu lintas. Surat Izin mengemudi (SIM) hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mampu dan terampil serta santun dalam mengendarai kendaraan, umur sesuai dengan ketentuan, dan kesehatan yang prima," kata Iwan.