Kamis 11 Nov 2021 05:56 WIB

Kehati-hatian Sahabat Nabi Muhammad dalam Memberikan Fatwa

Sahabat Nabi Muhammad berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Kehati-hatian Sahabat Nabi Muhammad dalam Memberikan Fatwa. Foto:  Sahabat Nabi (Ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Kehati-hatian Sahabat Nabi Muhammad dalam Memberikan Fatwa. Foto: Sahabat Nabi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dahulu para sahabat Rasulullah ﷺ senantiasa berhati-hati dalam memberikan fatwa. 

Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi dengan pentahqiq Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Dari Abdurrahman bin Abu Laila, ia menceritakan: "Aku bertemu 120 Sahabat Rasulullah. Jika salah seorang dari mereka ditanya tentang suatu masalah, dia pun akan mengalihkannya kepada Sahabat yang lain, lalu yang lain itu mengalihkannya kepada selainnya, hingga pertanyaan tersebut kembali kepada orang yang pertama ditanya."

Baca Juga

Dalam lafazh lain, dari Abdurrahman bin Abi Laila, disebutkan bahwa dia menuturkan: "Aku pernah bertemu 120 orang Anshar dari kalangan Sahabat Rasulullah ﷺ  di masjid ini. Tidaklah seorang dari mereka menyampaikan hadits melainkan sambil berharap saudaranya berkenan menggantikan posisinya dalam menyampaikan hadits itu. Dan tidaklah dia dimintai fatwa, melainkan dia berharap ada saudaranya yang mau menggantikan dirinya dalam memberikan fatwa itu."

Dari Malik bin Anas Radhiyallahu Anhu, bahwa dia mengutarakan: "Aku tidak memberi fatwa sebelum bertanya kepada 70 guru: 'Apakah kalian memandang aku pantas berfatwa?' Mereka pun menjawab: 'Ya.'" 

Malik pun ditanya: "Bagaimana jika mereka melarangmu?" Dia menjawab: "Seandainya mereka melarangku, aku tidak akan berfatwa."

Ibnul Jauzi berkata: "Inilah karakteristik para ulama Salaf, karena mereka amat takut kepada Allah Azza wa Jalla. Maka siapa yang melihat sejarah perjalanan hidup mereka, niscaya dia akan memetik pelajaran darinya."

Sementara itu ada orang yang berani dalam mengeluarkan fatwa. Padahal dia terjerat talbis Iblis. Mereka berani berfatwa meskipun belum sampai ke derajat cakap untuk memberikan fatwa. Tidak heran mereka berfatwa berdasarkan realita, maka pandangannya jelas menyalahi dalil. Padahal sekiranya mereka tidak berfatwa pada permasalahan yang ada, tentu hal itu lebih baik.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement