Oleh : Erik Purnama Putra, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Posisi yang ditinggalkan Jenderal Andika Perkasa akan diperebutkan setidaknya hanya dua orang. Kalau bukan Letnan Jenderal (Letjen) Dudung Abdurachman, ya Letjen Eko Margiyono yang bakal terpilih. Di luar dua nama itu, sangat sulit bagi mereka yang berstatus perwira tinggi (pati) bintang tiga untuk terpilih menjadi KSAD ke-33. Yang satu menduduki jabatan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), satunya lagi menjabat Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (Kasum TNI).
Sebenarnya masih ada belasan pati berpangkat Letjen yang secara administratif bisa menduduki jabatan KSAD. Di antaranya, Wakil KSAD Letjen Bakti Agus Fadjari dan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen Muhammad Herindra yang merupakan teman satu angkatan dengan Andika di Akademi Militer (Akmil) 1987. Hanya saja, Bakti Agus akan pensiun pada akhir Agustus 2022 dan Herindra memasuki purnabakti pada akhir 2022.
Sehingga peluang Bakti Agus untuk naik menjadi KSAD sangat kecil, dengan masa dinas terbatas, meski peluang itu tetap terbuka. Pun dengan Herindra, apakah mau melepas posisi Wamenhan menjadi KSAD dengan masa dinas terhitung satu tahun lagi, meski berkonsekuensi pangkatnya naik satu bintang menjadi Jenderal.
Hanya saja, jika ia tetap menjabat sebagai Wamenhan maka pengabdiannya bisa sampai 2024. Di luar itu, nama-nama yang lain tidak perlu dimasukkan ke dalam kandidat KSAD, lantaran berada di luar perhitungan.
Sejak era reformasi, mereka yang menjadi KSAD didominasi jalur Pangkostrad dan Wakil KSAD. Bahkan, tiga KSAD terakhir termasuk Andika, dan Jenderal Mulyono maupun Jenderal Gatot Nurmantyo berasal dari Pangkostrad untuk dipromosikan menjadi KSAD. Memang sempat ada dua pati yang di luar kebiasaan bisa meraih jabatan KSAD setelah terlempar dari jabatan strategis.
Keduanya adalah Jenderal Budiman dan Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo. Budiman sebelum dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai KSAD, ia menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemenhan). Hanya saja, Budiman sempat juga menjabat Wakil KSAD sebelumnya dan pernah menjadi Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) SBY. Meski pernah dekat, akhirnya hubungan keduanya menjadi tidak akur. Sehingga SBY mencopot Budiman beberapa bulan menjelang masa pensiun. Budiman pun tidak hadir ketika SBY melantik Jenderal Gatot menjadi KSAD untuk menggantikannya.
Retaknya hubungan SBY dan Budiman terkait dengan Pilpres 2014. Hal itu setelah muncul kabar ada Babinsa di Gambir yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. SBY tahu siapa dalang di balik berita itu. SBY pun akhirnya mencopot Budiman. Ketika pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menang di Pilpres 2014, Budiman diangkat sebagai Komisaris PT PLN, dan kini menjabat Komisaris Utama Hutama Karya.
Adapun Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo sebelum menjadi KSAD menjabat Sekretaris Menko Polhukam. SBY pun mengangkat juniornya di Akmil peraih Adhy Makayasa 1974 ini sebagai KSAD. Keputusan itu di luar kebiasaan, lantaran jika tidak punya koneksi yang kuat dengan Istana maka hampir mustahil Agustadi bisa menduduki posisi orang nomor satu di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad).
Kembali ke kandidat pengganti Andika, menjadi masuk akal jika Letjen Dudung dan Letjen Eko yang patut diperhitungkan. Jika Dudung unggul dari segi popularitas dan sangat disukai partai penguasa maka Eko memiliki jejak karier lebih mentereng. Meski Eko merupakan abiturien Akmil 1989 atau adik tingkat Dudung yang lulusan Akmil 1988-B, namun ia memiliki masa pengabdian lebih panjang. Eko baru pensiun pada akhir Mei 2025. Dengan pertimbangan seperti itu maka jelas Dudung layak dikedepankan sebagai calon kuat pengganti Andika.
Berdasarkan analisis penulis, Dudung bakal disodorkan PDIP kepada Presiden Jokowi untuk dipilih sebagai Andika. Bahkan, politikus PDIP Effendi Simbolon sudah terang-terangan mendukung Dudung. Jejak Dudung memang sangat dekat dengan penguasa. Saat menjadi Gubernur Akmil, Dudung membuatkan patung Sukarno hingga diresmikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kala menjadi Pangdam Jaya, Dudung mengerahkan seluruh pasukan untuk mencopot seluruh baliho Front Pembela Islam yang berisi seruan Habib Rizieq Shihab (HRS) terkait Revolusi Akhlak. Dudung juga pasang badan ketika Dandim Jaksel Kolonel Ucu Yustiana
membubarkan acara ziarah purnawirawan TNI, yang dipimpinan Jenderal Gatot di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Ketika sudah menjadi Pangkostrad, Dudung malah membolehkan penghancuran patung Jenderal Soeharto di Museum Darma Bhakti Kostrad, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Dudung menuruti permintaan seniornya yang juga merupakan Pangskotad ke-33 Letjen AY Nasution, yang merasa berdosa telah membuat patung, sehingga harus disingkirkan. Hal itu sempat membuat Jenderal Gatot marah hingga menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menyusup ke tubuh TNI.
Belum lagi, mertua Dudung, yaitu Mayjen (Purn) Cholid Ghozali pernah menjadi Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), yang merupakan organisasi sayap Islam PDIP maka relasinya dengan kekuasaan sangat kuat. Sehingga faktor itu jelas menjadi penentu bagi Dudung untuk menjadi KSAD. Bisa saja, Jokowi memiliki pilihan lain, namun ia tak bakal kuasa menolak tekanan dari partai yang mengusungnya di Pilpres 2014 dan 2019.
Secara kalkulasi politik, Dudung sangat diuntungkan dengan dukungan dari partai moncong putih. Segala tindakannya pun sesuai dengan kebijakan penguasa ketika berani menghadapi HRS, dan menyuarakan agar FPI dibubarkan. Sehingga tongkat kekuasaan bakal berada dalam genggamannya.
Di sisi lain, keunggulan Letjen Eko adalah perjalanan karier militernya yang lebih mentereng dibandingkan Dudung. Segala jabatan strategis pernah diemban Eko. Bahkan, meski berstatus lebih muda dibandingkan Dudung, faktanya ia lebih dulu menduduki posisi Gubernur Akmil, Pangdam Jaya, dan Pangkostrad. Bahkan Eko menyerahkan jabatan Pangdam Jaya dan Pangkostrad kepada Dudung yang menggantikannya.
Eko juga pernah menjadi Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang mengawal Prsiden SBY. Kemudian, pernah pula menduduki posisi Komandan Korem Suryakencana, yang mengawal teritorial Istana Bogor. Posisi Komandan Jenderal Komando pasukan Khusus (Danjen Kopassus) pun pernah disandangnya. Dengan segala pencapaian itu, tentu tidak ada yang perlu meragukan sepak terjang Eko di dunia militer.
Sayangnya, pesaing kuat Eko adalah Dudung. Mau tidak mau, Eka harus menyingkir lantaran tidak memiliki koneksi dengan penguasa. Andika bisa saja merekomendasikan Eko sebagai KSAD. Namun, pengangkatan KSAD harus melalui keputusan presiden (keppres). Sehingga, Jokowi sepertinya akan mengakomodasi tuntutan dari PDIP untuk memilih Dudung sebagai pengganti Andika. Begitulah skenario yang mungkin terjadi dalam pergantian KSAD. Kita tunggu saja realisasinya.