Oleh : M Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR RI
REPUBLIKA.CO.ID, Ada sebuah unconscious bias dalam struktur sosial kita dalam memandang sebuah profesi, bahwa wanita harus memiliki kapasitas dan prestasi mentereng dari pada laki-laki untuk diakui kompentensinya dan layak mendapat jabatan dan peran strategis, terlebih bagi mereka (perempuan) yang bekerja di bidang penegakan hukum dan keamanan. Potret ini digambarkan oleh Sandra K.Wells dan Betty L dalam bukunya yang berjudul 'Police Women: Life with the Badge'.
Dalam buku tersebut, Sandra dan Betty mencoba memberikan sebuah realitas bagaimana Polisi Wanita (Polwan) di Amerika Serikat sebelum disahkannya Equal Employment Act of 1970 harus berjuang lebih ekstra dan menghadapi berbagai tantangan yang berat dalam hal perjalanan karir baik dalam entry level hingga top level dan tak sedikit dari mereka memutuskan berhenti. Realitas di atas memang terjadi di Amerika Serikat, namun demikian hal ini dapat menjadi cermin ataupun komparasi bagi kita untuk melihat lebih dalam terkait perubahan nasib dan penguatan peran Polwan Indonesia dewasa ini terutama di era revolusi digital.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sambutannya pada pembukaan 'the 58th International Association of Women Police Training Conference' di Labuan Bajo, NTT menyampaikan pesan positif dan progresif dalam kaitannya dengan upaya reformasi kultural di internal Bhayangkara yang menjadi angin segar bagi Korps Polisi Wanita Indonesia. Di hadapan para polisi wanita dari tujuh belas negara, Kapolri mengulas isu kesetaraan gender di internal Polri, Jenderal Sigit seolah ingin mendobrak cara pandang konvensional terhadap peran polisi laki-laki dan perempuan di tubuh Polri yang harus berubah mengikuti dengan kebutuhan dan tantangan zaman.
Apa yang menjadi highlight dari sambutan Kapolri ialah Srikandi Wanita Bhayangkari mendapat kesempatan yang sama dengan polisi laki-laki dalam hal rekrutmen, pendidikan, pelatihan, dan pengisian jabatan strategis menyelipkan pesan bahwa anggapan publik bahwa keberadaan dan peran Polwan selama ini hanya sebatas pemanis dan pelengkap sudah tidak kompatibel dengan kepolisian modern. Sebuah langkah yang patut didukung secara penuh jika Kapolri melihat fairness menjadi salah satu aspek yang penting dalam penataan kelembagaan sesuai program prioritas Kapolri demi terlaksananya tugas dan fungsi Polri di tengah-tengah masyarakat.
Statemen Kapolri di atas mengantarkan penulis untuk melihat kembali perkembangan Polwan dewasa ini di Indonesia dan mencoba memberikan beberapa catatan bagaimana seharusnya akselerasi yang dilakukan oleh Polwan sesuai dengan visi-misi serta program prioritas Kapolri dalam menjalankan peran kepolisian di era digital.
Polwan dan Revolusi Digital
Sejak awal kemunculan pada 1 September 1948, Polwan dirancang untuk membantu kepolisian merespon kriminalitas yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak serta mengawasi dan memberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-anak. Seiring berjalannya waktu dimana kedudukan Polwan semakin kuat di tubuh Polri maka peran yang dimainkan oleh Polwan semakin beragam dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Di era revolusi digital, dimana terjadinya pergeseran rekayasa sosial secara masif kedalam platform-platform digital, maka Polwan memiliki fungsi ganda tidak hanya berperan sebagai penegak hukum, melainkan juga memiliki fungsi sosial sebagai aktor utama untuk mengisi konten-konten media sosial sebagai sarana edukasi kesadaran hukum demi terciptanya ketertiban keamanan masyarakat. Untuk menjalankan peran tersebut, mutlak Anggota Polwan harus memiliki kecakapan literasi digital yang mumpuni.
Peran diatas seyogiyanya telah menjadi atensi oleh Kapolri, persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) berkaitan dengan teknologi 4.0 termaktub dalam 16 Program Prioritas Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Literasi Digital
Pandemi Covid-19 membatasi ruang gerak manusia untuk melakukan kegiatan, menyikapi hal tersebut manusia harus berdamai dengan ketidaknyaman ini. Era yang serba digital pasti membawa perubahan. Meskipun perubahan ke hal yang lebih baik, tetap ada ketidaknyamanan yang dirasakan. Ketidaknyamanan itulah yang harus diadaptasi menjadi kenyamanan.
Meningkatkan digital skills dengan memanfaatkan penggunaan media digital harus jadi prioritas Polwan. Dengan membiasakan Polwan selalu up to date dan beradaptasi dengan perkembangan zaman, terlebih akan menjadikan Polwan berpikir kritis dalam rangka memanfaatkan digitalisasi dengan maksimal.
Kecakapan digital yang serba canggih menjadikan semua hal serba praktis dan mudah, terutama terkait hal penyebaran informasi yang cepat. Kegiatan melawan informasi yang belum tentu kebenarannya, melakukan pemantauan dan menindak akun-akun penyebar provokasi, SARA, hoak, radikal dan juga ujaran kebencian.
Menjadi seorang polisi tidak hanya dituntut menjadi lebih humanis. Di era digital ini, menampilkan sosok yang humanis tentu harus didukung penuh dengan penguasaan teknologi dan informasi. Pesan-pesan humanis kepolisian yang disebarkan secara konvensional seperti bersikap lembut, cepat respons dan pengayom masyarakat agaknya sudah tidak cukup diterima secara luas.
Semakin majunya teknologi dan perkembangan zaman, pesan-pesan konvensional tersebut harus dikemas sedemikian rupa agar menarik dan informatif serta bisa disebar dengan lebih luas. Harapannya agar masyarakat merasakan keberadaan dari sosok lembaga institusi yang benar-benar ada di tengah masyarakat baik di dunia maya maupun di dunia nyata.
Setidaknya terdapat enam belas program prioritas dari Kapolri, yakni, Penataan Kelembagaan. Perubahan Sistem dan Metode Organisasi. Menjadikan SDM Polri Yang Unggul di Era Police 4.0. Perubahan Teknologi Kepolisian Modern di Era Police 4.0. Pemantapan Kinerja Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Peningkatan Kinerja Penegakan Hukum. Pemantapan Dukungan Polri Dalam Penanganan Covid-19. Pemulihan Ekonomi Nasional. Menjamin Keamanan Program Prioritas Nasional. Penguatan Penanganan Konflik Sosial. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Polri. Mewujudkan Pelayanan Publik Polri Yang Terintegrasi. Pemantapan Komunikasi Publik. Pengawasan Pimpinan Dalam Setiap Kegiatan. Penguatan Fungsi Pengawasan. Serta Pengawasan Oleh Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complaint).
Dari keenam belas program tersebut terdapat kesempatan yang luas terutama bagi Polwan untuk mengambil perannya sebagai seorang yang mengabdi di Lembaga kepolisian, wabilkhusus berbicara di Era Digital. Sebut saja dalam program Menjadikan SDM Polri Yang Unggul di Era Police 4.0 dan Perubahan Teknologi Kepolisian Modern di Era Police 4.0. Seorang Polwan hendaknya dituntut melek terhadap teknologi dan informasi baik dalam hal mencari dan melacak jejak seorang kriminal, atau mengumpulkan data guna mencari fakta-fakta dan modus operasi. Polwan juga harus bisa menempatkan diri di tengah masyarakat yang saat ini sebagian aktivitasnya bersinggungan langsung dengan media sosial. Pendekatan-pendekatan yang efektif dengan memberi kesan bahwa keberadaan polisi ada ditengah masyarakat dunia maya, akan membawa rasa aman bagi masyarakat selain memunculkan kedekatan antara kepolisian dengan masyarakat. Hal ini bisa dijalankan dengan memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya.