REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua panitia kerja (Panja) rancangam undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya mengatakan, ada sejumlah perdebatan terkait RUU tersebut. Salah satunya adalah usulan agar RUU TPKS disahkan berbarengan dengan rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP).
"Mereka mengatakan bahwa KUHP belum disahkan dan memaksa agar KUHP minta PKS disahkan berbarengan," ujar Willy di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/11).
Ia mengatakan, ada sejumlah fraksi yang memandang adanya tumpang tindih aturan dalam RUU TPKS dan RKUHP. Sebab, pasal-pasal terkait kesusilaan dan kekerasan seksual sudah dibahas dalam RKUHP oleh Komisi III DPR.
"Kadang kita juga tidak bisa memisahkan mana yang mengeksploitir emosi publik dan mana yang berbicara substansial. Inilah yang harusnya dalam undang-undang menjadi aspirasi penting," ujar Wakil Ketua Baleg Fraksi Partai Nasdem itu.
Ia berharap, perdebatan opini terkait RUU TPKS tak berarti bahwa pembahasannya berhenti. Sebab, pembahasan RUU yang bertujuan untuk melindungi korban kekerasan seksual itu sudah cukup jauh dilakukan oleh pihaknya.
"Jangan hanya kemudian karena faktor agitasi yang sifatnya emosional, yang sifatnya mengaduk-ngaduk emosi kita, memobilisasi opini, lalu kemudian UU ini patah. Sangat disayangkan, ini effort," ujar Willy.
Diketahui, tujuh fraksi yang tergabung dalam panitia kerja (Panja) resmi menetapkan nama RUU TPKS. Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tak setuju dengan nama tersebut.