REPUBLIKA.CO.ID,
Pendahuluan
Fenomena dekadensi nilai-nilai nasionalisme kebangsaan pada masyarakat Indonesia semakin kuat seiring perkembangan teknologi informasi di era milenial saat ini. Setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi tanda-tanda dekadensi tersebut, yaitu pertama, terdapat dikotomi dan kontestasi bahkan konflik secara laten di masyarakat yang mengedepankan eksistensi suku, agama, maupun etnis akibat dari persaingan pada ranah politik yang berkembang kepada lapisan masyarakat sehingga berpotensi pada terjadinya perpecahan di masyarakat.
Kedua, pergeseran konsep nasionalisme kebangsaan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di masyarakat yang disebabkan oleh perkembangan global yang masuk melalui teknologi informasi, pendidikan, budaya, ekonomi, bahkan agama. Ketiga, belum adanya kesatuan pemahaman bersama tentang konsep nasionalisme di masyarakat khususnya pada ranah teks-teks keagamaan.
Potensi pengembangan nilai-nilai nasionalisme yang bersumber dari masyarakat menjadi kekuatan untuk dapat memujudkan cita-cita bangsa berupa nasionalisme yang dikaitkan dengan kecintaan terhadap Negara. Potensi tersebut dapat bersumber dari agama dan budaya sebagai dasar karakteristik bangsa Indonesia.
Agama yang di dalamnya terdapat doktrin yang dapat meresap pada setiap individu, sangat dapat mempengaruhi pemeluknya dengan melakukan apapun demi agama. Doktrin agama yang kemudian diterjemahkan, ditafsirkan, dan disampaikan oleh para tokoh-tokoh agama baik secara verbal maupun secara tekstual sedikit banyak ikut memberikan andil dalam mempengaruhi paham keagamaan masyarakat termasuk nilai-nilai nasionalisme itu sendiri.
Di sisi lain, demi memudahkan pemahaman masyarakat terkait doktrin agama, tentunya para tokoh agama menyampaikan dan menyiarkan doktrin agamanya dengan metode yang dapat dipahami oleh umat. Salah satunya melalui teks-teks bernuansa agama seiring dengan tradisi dan budaya khas masing-masing etnis dan suku sehingga pesan yang disampaikan dapat lebih meresap.
Metodologi Riset
Riset ini bertujuan untuk (1) menganalisis dan menggambarkan konsep dan wacana nasionalisme keagamaan yang terkandung dalam teks-teks keagamaan dalam kitab suci, manuskrip, dan buku-buku keagamaan kontemporer. (2) Menganalisis dan menggambarkan konsep, wacana, dan praktik nasionalisme agama masyarakat dalam budaya dan kearifan lokal di masyarakat.
(3) Mereformulasi konsep Nasionalisme bernuansa keagamaan yang terkandung dalam doktrin kitab suci, teks-teks masa lalu (manuskrip), dan teks-teks kontemporer masa kini termasuk tradisi dan budaya lokal di masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi lapangan, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dalam bentuk deskriptif.
Temuan
Dalam temuan riset ini mengungkap fakta bahwa nasionalisme masyarakat telah terpecah dan berserak di masyarakat. Untuk itu diperlukan strategi dalam menyatukan pecahan-pecahan persepsi nasionalisme yang berhambur di masyarakat dengan membuat kategorisasi nasionalisme yang bersumber dari teks-teks bernuansa keagamaan, baik dari teks klasik masa lalu maupun teks kontemporer masa kini:
1. Patriotisme atau anti kolonialisme; teks-teks bernuansa keagamaan yang berbicara tentang wacana dan sikap masyarakat Islam Indonesia mengenai patriotisme, perlawanan terhadap kolonialisme, dan sejenisnya.
2. Cinta tanah air; teks-teks bernuansa keagamaan yang berbicara tentang konsep, wacana dan sikap mengenai pemeliharaan, kebanggaan, rasa memiliki, kesetiaan, bela negara, pengembangan potensi alam Indonesia dan sebagainya yang merupakan implementasi dari cinta terhadap tanah dan air Indonesia, baik persoalan-persoalan yang terdapat di masa lalu maupun persoalan-persoalan yang terjadi saat ini, yang dihubungkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis serta pendapat-pendapat para ulama.
3. Nasionalisme beragama; teks-teks tertulis bernuansa keagamaan berkaitan dengan kesadaran, wacana, dan sikap masyarakat Indonesia secara kolektif dalam rangka kemaslahatan, kebersamaan, persatuan, dan kerukunan, baik persoalan-persoalan yang terdapat di masa lalu maupun persoalan-persoalan yang terjadi saat ini, yang dihubungkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis serta pendapat-pendapat para ulama.
4. Nasionalisme budaya; teks-teks tertulis bernuansa keagamaan yang berkaitan dengan kesadaran, wacana, dan sikap masyarakat Indonesia secara kolektif dalam rangka kemaslahatan, kebersamaan, persatuan, dan kerukunan yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal, adat/tradisi, dan seni budaya bernuansa keislaman.
Masyarakat Jawa Barat memiliki sejarah keislaman masa lalu yang kuat berbalut budaya terimplementasikan dalam kehidupan keseharian yang tidak terlepas dari warisan budaya para pendahulu. Warisan terdahulu bukan hanya dalam bentuk benda-benda pusaka, akan tetapi dalam bentuk adat/tradisi turun temurun yang berpusat pada keraton dan figur-figur masa lalu yang kemudian dituangkan dalam teks-teks bernuansa keagamaan.
Teks-teks bernuansa keagamaan masa lalu seringkali menjadi rujukan dan menjadi kekuatan adat/tradisi yang dilakukan masyarakat di Jawa Barat. Dapat dikatakan bahwa adat/tradisi yang masih melekat pada masyarakat, sehingga pengaruh budaya luar relatif sulit untuk berkembang bagi sebagian masyarakat.
Meski kondisi teknologi dan informasi semakin berkembang yang sangat mudah menyerang generasi muda dan melunturkan nilai-nilai budaya bahkan agama, tongkat estafet nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi dipandang masih relatif kuat. Hal itu dibuktikan dengan masih terus dilaksanakan tradisi-tradisi ritual budaya bernuansa keislaman sebagai embrio ketahanan masyarakat dalam penanaman nilai-nilai nasionalisme.
Di sisi lain, karakteristik budaya suku Sunda di Jawa Barat yang kental dengan nilai-nilai budaya dan keislaman juga banyak tertuang dalam teks-teks keagamaan kontemporer masa kini yang ditulis oleh para ulama-ulama dari masa pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Meski tidak semua buku secara tekstual menjelaskan tentang makna nasionalisme, namun wacana dan konsep yang dituangkan dalam buku-buku yang beredar mengandung nilai-nilai yang “menggiring” pembaca untuk dapat menanamkan nilai-nilai nasionalisme tersebut.
Dalam temuan riset ini, terdapat dua jenis teks-teks keagamaan, yaitu pertama, teks-teks keagamaan masa lalu (manuskrip) bertuliskan tangan yang bersumber dari keraton dan pondok pesantren-pondok pesantren tua. Teks-teks yang masuk dalam kategori manuskrip ini ditulis oleh tokoh-tokoh terkemuka jauh sebelum masa kemerdekaan ketika masa kejayaan kerajaan atau kesultanan di Jawa Barat seperti Kerajaan Padjajaran, Keraton Cirebon (Caruban Nagari), Kerajaan Galuh, dan sebagainya.
Kedua, teks-teks keagamaan masa kini dalam bentuk cetakan yang disebut sebagai karya tulis keagamaan kontemporer. Teks-teks keagamaan kontemporer merupakan tulisan bernuansa keagamaan yang dikaitkan dengan persoalan-persoalan kekinian di masyarakat. Tulisan-tulisan kontemporer tersebut tidak terlepas dari pengaruh intelektual figur dari pesantren baik yang hidup pada masa pra kemerdekaan maupun pada pasca kemerdekaan, seperti misalnya KH Said Agil Siradj (Pondok Pesantren Kempek Cirebon), KH Raden Muhammad bin Nuh (Bogor), Ahmad Hasan (Persis Bandung), KH Hasan Mustafa (Garut), dan lain-lain.
Teks-teks keagamaan sebagai asupan ketahanan masyarakat pada aspek nilai-nilai nasionalisme tidak hanya ditemukan di lembaga-lembaga seperti pondok pesantren tradisional-modern, akan tetapi juga ditemukan dalam pondok-pondok pesantren yang berafiliasi pada pesantren-pesantren “baru”, misalnya seperti di pesantren al-Muttaqin Cirebon. Proses belajar mengajar di pesantren tersebut menggunakan kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Asupan tentang nilai-nilai nasionalisme yang dituangkan dalam buku-buku pelajaran berorientasi pada kurikulum dan senantiasa mendapatkan pengawasan pihak pemerintah. Selain itu dalam pengembangan karakter santri (yang hanya terdapat jenjang SMP khusus putra), para santri melaksanakan upacara bendera, ekstrakurikuler kepramukaan dan pasukan pengibar bendera sebagai bentuk penanaman nilai-nilai nasionalisme.
Secara implisit, nilai-nilai penanaman nasionalisme dalam teks-teks keagamaan Islam di Jawa Barat dipandang masih sangat kuat. Hal itu dimungkinkan karena nilai-nilai budaya Sunda masih sangat kuat berkembang melalui teks-teks dan adat/tradisi di masyarakatnya. Perpaduan budaya-agama yang merujuk pada figur-figur tertentu masih sangat kuat dalam penanaman nasionalisme khususnya di lembaga pendidikan keagamaan seperti pondok pesantren.
Rekomendasi
Nasionalisme dalam teks keagamaan Islam di Jawa Barat yang dibatasi pada nasionalisme patriotisme/anti kolonialisme, cinta tanah air, nasionalisme (ber)agama dan nasionalisme budaya secara umum dapat dikatakan senantiasa memadukan antara budaya dan keislaman. Terdapat beberapa rekomendasi yang dimungkinkan untuk dapat ditindaklajuti oleh stakeholders terkait.
1. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dipandang perlu merumuskan konsep dan wacana nasionalisme keagamaan yang berorientasi pada nilai-nilai patriotisme/anti kolonialisme, cinta tanah air, nasionalisme (ber)agama dan nasionalisme budaya dalam bentuk buku khususnya untuk wilayah Jawa Barat.
2. Berbasis pada teks-teks (manuskrip dan kontemporer) keagamaan bernuansa nasionalisme kebangsaan, Kementerian Agama dipandang perlu memasukkan konsep dan wacana nasionalisme keagamaan dalam buku muatan lokal di madrasah-madrasah khususnya di Jawa Barat sebagai penanaman nasionalisme sejak dini.
3. Berbasis pada teks-teks (manuskrip dan kontemporer) keagamaan bernuansa nasionalisme kebangsaan, Kementerian Agama dipandang perlu menyusun buku pegangan untuk para penyuluh agama Islam di Jawa Barat terkait dengan konsep dan wacana nasionalisme keagamaan sebagai buku pegangan dalam pembinaan dan penanaman nasionalisme terhadap umat.
* Balai Litbang Agama Jakarta