Jumat 19 Nov 2021 00:15 WIB

Peraturan Senat UB Dikritik Keras

Sejumlah anggota Senat UB secara serentak membubuhkan tanda tangan protes. 

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan dua profesor di Gedung Widyaloka. (Ilustrasi)
Foto: istimewa
Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan dua profesor di Gedung Widyaloka. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Peraturan Senat Universitas Brawijaya Nomor 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pemilihan Anggota Senat Universitas untuk Pertama Kali mendapatkan kritik keras. Peraturan yang dikeluarkan pada 15 November 2021 ini dinilai tidak sesuai dengan hati nurani civitas akademika.

Anggota Senat UB, Profesor Eddy Suprayitno menyatakan, peraturan ini sebenarnya dikeluarkan sebagai bentuk respon Senat UB atas perubahan status UB menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH). Namun, peraturan tersebut dinilai tak sesuai dengan hasil rapat pleno terakhir Senat UB. Rapat ini dilaksanakan pada hari yang sama dengan keluarnya peraturan.

"Peraturan ini tidak sesuai dengan hati nurani civitas akademika yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran dan kebebasan akademik,” ucap professor dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UB ini saat dikonfirmasi Republika, Kamis (18/11).

Lebih detail, keberadaan Pasal 9 Ayat (2) dalam peraturan tersebut memiliki redaksi berbeda dengan keputusan pleno. Sebab itu, dia menilai, bagian tersebut menyalahi peraturan yang berlaku. Tak terkecuali bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.

Untuk diketahui, rapat pleno terakhir Senat UB telah disepakati pemilihan anggota Senat Akademik Fakultas (SAF) untuk memilih Senat Akademik Universitas (SAU) diserahkan ke masing-masing fakultas. Namun, peraturan terbaru justru menyebutkan setiap anggota Senat Fakultas memiliki empat hak suara untuk memilih tiga orang perwakilan dari profesor dan satu orang perwakilan dari dosen.

Menurut Eddy, pasal 9 ayat 2 dalam peraturan menjadi persoalan karena mengulangi pengaturan yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 Persenat Nomor 1 Tahun 2021. "Padahal, pasal 9 lebih mengarah pada kejadian ketika tak ada kata mufakat. Harusnya one man one vote,” ungkap pria yang sempat menjabat sebagai Dekan FPIK UB ini.

Selain Eddy, sejumlah anggota Senat UB dari berbagai fakultas juga mengemukakan pendapat sama. Mereka secara serentak membubuhkan tanda tangan protes atas munculnya Peraturan Senat UB. Para anggota senat menilai aturan yang tak sesuai dengan hasil rapat pleno terakhir. 

Adapun para guru besar yang turut memprotes peraturan tersebut antara lain Bambang Suharto (Fakultas Teknologi Pertanian/FTP) dan Adi Susilo (FMIPA). Kemudian Sumardi HS (FTP), Marjono (FMIPA dan Ratya Anindia (Fakultas Pertanian). Selain itu, juga terdapat Arief Prajitno (FPIK), Nuddin (FPIK) dan Setyawan P. Sakti (FMIPA).

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement