REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zulkarnain Yani, S.Ag., MA.Hum (dkk)
Naskah kuno atau manuskrip merupakan teks tertulis yang mengandung berbagai pemikiran, pengetahuan, adat istiadat serta perilaku masyarakat masa lalu. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk peninggalan budaya material non-tulisan di Indonesia, seperti candi, istana, masjid dan lain-lain, jumlah peninggalan budaya dalam bentuk manuskrip jauh lebih besar.
Penelitian tentang manuskrip bukan hanya saja fisiknya saja namun juga meneliti isi kandungan yang terdapat di dalam teksnya. Hal tersebut sebagai upaya merekonstruksi atau menghadirkan kembali ide-ide, pola pikir, atau rumusan-rumusan hikmah kehidupan yang telah dicapai para pendahulu kita.
Penelitian atau kajian tematik manuskrip keagamaan nusantara yang telah dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, merupakan sebuah action (aksi) dari sebuah kebijakan (policy) yang sangat penting. Bahkan, penelitian naskah kuno ini sesuai dengan kebijakan dan Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020 – 2024, tentang; [a] peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama: [b] penguatan penyebaran pesan-pesan keagamaan: dan [c] peningkatan pemahaman agama bersumber pada naskah-naskah kuno karya para ulama dan tokoh bangsa Nusantara.
Penelitian “Kajian Tematik Manuskrip Keagamaan Nusantara” telah dilakukan di lima propinsi yaitu; Propinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, dan Jawa Barat dengan melibatkan peneliti-peneliti dari Balai Litbang Agama Jakarta, yakni Muhamad Rosadi, S.Ag., MA (Peneliti Ahli Madya) di Propinsi Sumatera Barat, Zulkarnain Yani, S.Ag., MA.Hum (Peneliti Ahli Madya), di Propinsi Sumatera Selatan, Dr. Dede Burhanudin, M.Pd (Peneliti Ahli Madya) di Propinsi Lampung, Dr. H. Asep Saefullah, M.Ag (Peneliti Ahli Madya) di Propinsi Banten, Reza Perwira, S.Th.I (Peneliti Ahli Muda) di Indramayu. Jawa Barat.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut; Muhamad Rosadi, S.Ag., MA berkolaborasi dengan Chairullah Ahmad, melakukan penelitian dengan judul “Nasehat Keagamaan bagi Mursyid dalam Manuskrip Ijazah Tarekat Naqsyabandiyah di Minangkabau”. Dalam tarekat Naqsyabandiyah di Minangkabau seorang yang telah mencapai tingkatan (maqam) irsyad akan diberikan sebuah ijazah sebagai bukti legalitasnya.
Di dalam ijazah terdapat izin untuk melakukan baiat dan talqin zikir tarekat Naqsyabandiyah kepada orang yang masuk ke dalam tarekat Naqsyabandiyah. Tidak hanya itu, dalam ijazah tarekat Naqsyabandiyah juga terdapat nasihat keagamaan kepada orang yang diberikan ijazah.
Dalam penelitian ini digunakan dua buah manuskrip ijazah; pertama manuskrip ijazah dengan bahasa Melayu, kedua manuskrip ijazah dengan bahasa Arab. Penelitian ini menggunakan pendekatan filologi untuk membaca teks yang menjadi sumber primernya. Nasihat keagamaan yang ditemukan dalam manuskrip ijazah antara lain yaitu nasehat untuk selalu berpegang teguh pada Alquran dan al- Sunnah, meluruskan akidah sesuai ahlus sunnah, selalu memuliakan fuqaha, fuqara dan para penghafal Alquran, selalu sabar, tabah dan baik hati dalam menjalani kehidupan.
Zulkarnain Yani, S.Ag., MA.Hum, melakukan penelitian dengan judul “Naskah Hadiyah An-Nisa: Kewajiban dan Hak Suami-Istri dalam Rumah Tangga, Karya Azhary Imam”, ulama Palembang abad 19-20. Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat berharga dan sakral dalam kehidupan seseorang. Kebahagiaan dalam suatu rumah tangga dapat tercapai apabila masing-masing mengerti dan memahami kewajiban dan haknya. Sehingga, kewajiban dan hak tersebut dapat terpenuhi dan menciptakan suasana rumah tangga yang sakinah, sebagai idaman setiap orang yang berumah tangga.
Kajian ini membahas tentang kewajiban dan hak seorang suami maupun istri di rumah tangga bersumber pada naskah Hadiyah an-Nisa karya ulama Palembang, Azhary Imam, yang hidup pada abad ke 19-20. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, ada beberapa point penting terkait kewajiban seorang suami dan hak istri dalam rumah tangga, yaitu suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya yang berkaitan dengan makan, minum, rumah dan perlengkapannya, pengobatan serta pelayan atau pembantu, dan kewajiban istri berupa taat kepada suami, meminta izin apabila keluar rumah dan tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah tanpa izin dari suaminya.
Apabila kewajiban istri tersebut dilaksanakan, maka perbuatan istri tersebut termasuk dalam kategori nusyuz, tidak melaksanakan perintah suami. Tentu, nusyuz tersebut tidak berlaku apabila ada alasan secara syara’ atau rasio, sehingga seorang istri terhindar dari nusyuz.
Ada hal yang menarik dalam teks Hadiyah an-Nisa, bahwa Azhary Imam terkait kewajiban suami agar memberikan perlengkapan mandi yang pantas dan layak bagi istri. Perlengkapan mandi yang dimaksud dalam teks yaitu menyediakan daun bidara dan limau untuk perawatan istri.
Dr. Dede Burhanudin, M.Pd, berkolaborasi dengan Deris Astiawan, melakukan penelitian dengan judul “Tinggalan Budaya Silsilah Tertulis Lampung dalam Naskah Keratuan Melinting”. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa naskah silsilah ini sangat penting keberadaannya sebagai salah satu produk budaya tulis dari leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Naskah ini telah mendokumentasikan silsilah dan sejarah leluhur suatu kelompok masyarakat dalam bentuk tertulis. Bila dicermati lebih jauh, di dalam teks silsilah ini tercermin upaya dari leluhur Keratuan Melinting untuk mengedepankan etika, menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, serta menjaga kehormatan diri, keluarga, dan orang lain.
Dr. Asep Saefullah, M.Ag berkolaborasi dengan Budi Sudrajat, melakukan penelitian dengan judul “Ekonomi dan Keuangan Syariah Masa Kesultanan Banten dan Relevansinya untuk Masa Kini (Kajian Tematik atas Naskah al-Mawahib al-Rabbaniyyah ‘an al-As’ilah al-Jawiyyah dari Masa Sultan Abul Mafakhir Abdul Qadir [1596-1651 M])”. Dalam penelitiannya, peneliti menyimpulkan bahwa: 1. Naskah al-Mawahib al-Rabbaniyyah ‘an al-As’ilah al-Jawiyyah MRAJ, setidaknya, berisi sembilan tema pokok, yaitu: (a) Otoritas Penguasa dalam Penerapan Syariat Islam; (b) Kewibawaan Penguasa dan Cara Pencapaiannya; (c) Relasi Keadilan dan Kemakmuran Negara; (d) Politik, Supremasi Hukum, dan Pemberian Ampunan; (e) Sikap terhadap Pejabat dan Ulama; (f) Pembiayaan Tentara dan Tugas Mereka; (g) Pungutan dan Hibah kepada Rakyat; (h) Sewa Tanah, Cukai Perdaganga, dan Pajak Tanah; dan (i) Tata Cara Shalat, Sifat-Sifat Allah, dan Masalah Wujud;
2. Pemerintahan Kesultanan Banten pada masa Sultan Abul Mafakhir telah memberlakukan ekonomi dan keuangan berdasarkan pada syariat Islam. Kebijakan ini diikuti pula dengan asas keterbukaan akses dan persamaan hak di antara sesama warga, baik yang berada di dan sebagai “warga negara” Kesultanan Banten, maupun pihak-pihak yang datang dari berbagai wilayah lainnya, seperti Eropa atau Belanda saat ini.
Kesultanan Banten tidak membeda-bedakan masyarakat berdasarkan atas ras, agama, etnis, atau antargolongan; 3. Praktik ekonomi dan keuangan syariah sebagaimana yang dijalankan oleh Sultan Abul Mafakhir menunjukkan apa yang dijelaskan dalam prinsip dasar tegaknya ekonomi berdasarkan Islam, yaitu: 1) bekerja sebagai ikhtiar adalah kewajiban; 2) distribusi yang berkeadilan; 3) larangan eksploitasi (zhulm), riba (sistem bunga), garar (tipuan), maisir (spekulasi), dan risywah (korupsi); dan 4) asas saling sukarela (‘an taradin), tanpa darar (resiko), dan tanpa tadlis (kecurangan).
Kehadiran pemerintah merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam pelaksanaan ekonomi dan keuangan syariah karena pembentukan peraturan perundang-undangan hingga pemberlakuannya hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dengan otoritas yang dimilikinya, baik dalam lingkup pemerintahan Provinsi Banten maupun di tingkat nasional. Provinsi Banten yang telah mencanangkan dan sedang menggalakkan gerakan ekonomi dan keuangan syariah sangat relevan untuk mengambil pelajaran penting dan inspirasi dari naskah MRAJ ini
Reza Perwira, S.Th.I berkolaborasi dengan Sri Tanjung Sugiarti Tarka, melakukan penelitian dengan judul “Naskah Wawacan Yusuf Indramayu: Identitas Masyarakat Indramayu melalui Entitas Budaya Keagamaan”.
Naskah Wawacan Yusuf Indramayu merupakan salah satu naskah yang menjadi identitas masyarakat Indramayu yang terimplementasi dalam upacara/ritual yang berkembang di mayarakat. Kesimpulan peneliti bahwa pertama, eksplorasi terhadap teks Wawacan Yusuf Indramayu yang mengandung kutipan-kutipan keagamaan dalam naskah menunjukkan bahwa naskah tersebut sangat kental dengan nuansa keislaman; kedua, Kandungan isi kutipan-kutipan bernuansa keislaman tersebut berpadu dengan alur cerita yang di dalamnya terdapat nasihat-nasihat, larangan, doa-doa, simbol-simbol, istilah keislaman, penyebutan tokoh-tokoh yang terdapat baik dalam Alquran maupun hadis; ketiga, Terdapat kesamaan pada alur cerita naskah dengan upacara/ritual Bobotan yang berkembang di masyarakat Indramayu.
Rutinitas pembacaan naskah Wawacan Yusuf Indramayu yang biasa disebut dengan bujanggaan kerap mengawali pelaksanaan ragam ritual/upacara bernuansa keagamaan di Indramayu; keempat, Naskah Wawacan Yusuf Indramayu menjadi simbol penguat dalam menanamkan nilai-nilai keislaman yang dibalut dengan entitas budaya sebagai karakteristik masyarakat. Nilai-nilai keagamaan (Islam) yang terdapat dalam naskah diterjemahkan secara konkrit berdasarkan pemahaman keagamaan masyarakat yang cenderung sangat ‘kompromis’ antara muatan budaya dan agama.
*Balai Litbang Agama Jakarta