REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritisi pelatihan guru guna menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 cenderung tak efektif. P2G menyarankan Kemdikbudristek memperbaiki kualitas PJJ guna menjawab tantangan pendidikan kala bencana.
Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri mengapresiasi semangat para guru mengikuti pelatihan online selama pandemi. Tujuan mulia guru agar Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berkualitas, efektif, dan bermakna bagi siswa.
"Tapi kenyataannya inflasi pelatihan guru belum berdampak signifikan terhadap kualitas PJJ, alhasil PJJ tidak efektif. Pelatihan guru selama pandemi hanya memindahkan pola mengajar offline yang didigitalisasikan.
Gaya dan metode pembelajaran sebelum pandemi tak berbeda dengan PJJ," kata Iman dalam keterangan pers, Kamis (25/11) di momen Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2021.
Iman menyesalkan Kemdikbudristek yang mendorong Pembelajaran Tatap Muka (PTM) segera dilaksanakan dengan terburu-buru, meski kondisi pandemi belum pulih. Akibatnya banyak daerah sekolahnya menjadi klaster Covid-19.
"Kemdikbudristek harusnya mengevaluasi PJJ dan merevitalisasi PJJ agar efektif," ujar Iman.
P2G mencatat sejak PTM terbatas dimulai 30 Agustus 2021 sampai akhir November ini, ada 21 daerah yang menghentikan PTM karena siswa dan guru positif Covid-19 yaitu: Purbalingga, Jepara, Padang Panjang, Kab Mamasa, Kota Bekasi, Tabanan, Depok, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta, Grobogan, Pati, Salatiga, Gunung Kidul, Majalengka, Solo, Kota Bandung, Semarang, Bogor, Tasikmalaya, dan Indramayu.
"Artinya kita tidak punya waktu mengoptimalkan PJJ secara benar dan efektif. Sehingga yang terjadi siswa makin bosan dan mengasumsikan bahwa jawaban kegagalan PJJ adalah PTM. Padahal sistem PJJ yang sesungguhnya tidak pernah tercapai," ujar Iman yang berstatus guru honorer itu.
Berdasarkan kondisi tersebut, P2G mendorong Kemdikbudristek dan Kemenag membuat formulasi atau grand design PJJ. Menurut Iman, hal ini penting karena dibutuhkan sebagai langkah antisipatif, jika Indonesia kembali menghadapi bencana yang tak bisa diprediksi.
"Grand design sistem pengelolaan pendidikan masa bencana penting disiapkan. Sehingga pemerintah sudah siap menghadapi ancaman katastrofe yang berpotensi mengganggu sistem pendidikan nasional dan kualitas sumber daya manusia," ucap Iman.
"Tak seperti sekarang, karena belum memiliki formulasi tepat, sistem pendidikan merespon perubahan secara lambat dan langkah penanggulangan pun parsial dalam menghadapi dampak buruk pandemi terhadap pendidikan, sehingga melahirkan learning loss," tutur Iman.