REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Nursalamah Siagian dkk
Moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Hal itu termaktub dalam buku Moderasi Beragama yang diterbitkan Kementerian Agama (2019).
Moderasi beragama menjadi demikian penting sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam buku tersebut. Ada sejumlah alasan yang menyertainya. (1) Moderasi beragama menjadi cara untuk mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya. (2) Agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama. (3) Moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan.
Moderasi beragama bahkan dijadikan salah satu program prioritas nasional Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam Renstra Kementerian Agama tahun 2020-2024, moderasi beragama dan kerukunan umat beragama juga dijadikan salah satu sasaran strategis pembangunan bidang agama yang perlu ditingkatkan. Kementerian Agama memfasilitasi modul moderasi beragama serta menjadikan misi moderasi beragama di setiap aktifitas kegiatan madrasah.
Tahun 2021 ini pengarusutamaan moderasi beragama sudah dilaksanakan pada berbagai aksi. Ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan, penyiapan infrastruktur, penyusunan model dan revisi buku ajar dan pengumpulan sumber belajar serta insersi moderasi beragama pada berbagai aktivitas pada pendidikan Islam.
Implementasi moderasi beragama pada saat ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama dari Kementerian Agama. Peran strategis ini terkmaktub dalam Peraturan Presiden No. 18 tahun 2020 dimana Kementerian Agama RI diposisikan sebagai leading sector terkait moderasi beragama. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam secara khusus telah mengeluarkan kebijakan Nomor 7272 Tahun 2019 Tentang Pedoman Implementasi Moderasi Beragama Pada Pendidikan Islam.
Sejak Februari sampai Agustus 2021 Ditjen Pendis menyiapkan pedoman teknis implementasi moderasi beragama dalam bentuk modul. Ada empat modul moderasi beragama sudah disiapkan yaitu; 1) Modul pendidikan karakter melalui moderasi beragama. 2) Modul penguatan wawasan moderasi beragama. 3) Modul integrasi moderasi beragama pada pendidikan agama Islam. 4) Modul pengembangan dan pengelolaan kegiatan moderasi beragama bagi peserta didik.
Sikap moderasi beragama dalam peserta didik dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu memiliki pengetahuan yang luas, mampu mengendalikan emosi untuk tidak melebihi batas, serta selalu berhatihati. Sementara, indikator utama keberhasilan moderasi beragama dapat dilihat dari empat sikap yaitu; komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.
Penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui penerapan moderasi beragama di Madrasah Aliyah, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan di tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yaitu Kota Bekasi, kota Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kota Depok, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada 23 Agustus sampai 1 September tahun 2021. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, dokumentasi, dan studi dokumen video kreatif. Sasaran dari penelitian ini yaitu delapan Madrasah Aliyah yaitu MAN 1 Bogor, MAN 4 Kabupaten Bekasi, MAN 1 Kota Bekasi, MAN 2 Kota Bekasi, MAN 2 Kota Bogor, MAN 1 Kota Cirebon, MAN Purwakarta, dan MA Al-Hamidiyah Kota Depok.
Dalam rangka pengarusutamaan moderasi beragama, MA mendelegasikan beberapa pendidik untuk mengikuti pelatihan, diklat, atau webinar tentang moderasi beragama, baik yang diadakan oleh Kementerian Agama, maupun kalangan luar. Selanjutnya, pendidik-pendidik yang sudah dilatih diharapkan memiliki pemahaman yang komprehensif tentang moderasi beragama dan mampu mengimplementasikan di madrasahnya masing-masing. Namun, belum semua pendidik di madrasah yang menjadi sasaran kajian, telah mengikuti diklat atau pelatihan tentang moderasi beragama.
Hanya sebagian kecil pendidik di MA telah mengikuti diklat, pelatihan, webinar tentang moderasi beragama. Bahkan, ada dua madrasah aliyah, yaitu MAN 4 Kabupaten Bekasi dan MAN Purwakarta, semua pendidiknya belum mendapatkan diklat atau pelatihan tentang moderasi beragama. Ini tentu akan berpengaruh dalam tingkat pemahaman konsep moderasi beragama.
Studi ini juga menunjukkan, pendidik-pendidik di MA mempunyai pemahaman yang beragam dalam memahami konsep moderasi beragama. Dari empat dimensi dalam konsep moderasi beragama: komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi, dan penerimaan terhadap budaya lokal, belum semuanya dapat dipahami dengan baik.
Mayoritas pendidik hanya mampu mengelaborasi pada dimensi toleransi saja, sementara dimensi lain belum dipahami dengan baik. Ini menunjukkan bahwa pemahaman pendidik-pendidik MA tentang konsep moderasi beragama masih belum komprehensif. Masih perlu diperkuat dan dikembangkan pemahaman tentang dimensi-dimensi lain selain toleransi.
Secara umum, dalam penguatan dan pengembangan moderasi beragama, MA melakukan berbagai strategi. Pertama, mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan diaktualisasikan dalam proses pembelajaran. Dengan begitu, moderasi beragama tidak menjadi mata pelajaran sendiri, namun terintegrasi dalam semua mata pelajaran, baik mata pelajaran pada rumpun Pendidikan Agama Islam (PAI) maupun mata pelajaran umum.
Kedua, internalisasi muatan moderasi beragama dalam kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya, ini dilakukan di ekstrakurikuler (Pasukan Pengibar Bendera) (Paskibra). Dalam Pendidikan Paskibra, biasanya hanya ada materi tentang penanaman kecintaan pada tanah air.
Dengan internalisasi konten moderasi beragama, kecintaan tanah air dan komitmen terhadap NKRI itu dikaitkan dengan nilai-nilai agama. Peserta didik dikenalkan konsep cinta tanah air bagian dari iman atau hubbul wathon minal iman. Dengan begitu, aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik di madrasah juga bernilai ibadah dan mempertebal keimanan dalam konteks berbangsa dan beragama.
Ketiga, penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam berbagai kegiatan di madrasah. Misalnya, ini terjadi saat kegiatan Masa Ta'aruf Siswa Madrasah (Matsama). Kegiatan ini bisanya hanya diisi untuk mengenalkan peserta didik terhadap lingkungan madrasah, mulai dari kebijakan Kemenag, profil madrasah, berbagai macam kegiatan, dan peraturan-peraturan di madrasah.
Dengan adanya program moderasi beragama, MA juga memasukkan materi moderasi bergama dalam kegiatan Matsama. Ini sebagai langkah awal yang ditempuh MA untuk mengenalkan moderasi beragama kepada peserta didik. Selain melalui Matsama, penanaman moderasi beragamajuga dilakukan dalam berbagai kegiatan seminar, diskusi, dan juga karya wisata.
Keempat, mengembangkan keteladanan di lingkungan madrasah. Ini dilakukan melalui dua cara: a) pembiasaan dalam tindakan sehari-hari di madrasah, dan b) meneladani melalui kisah Nabi, sahabat, tokoh-tokoh agama, dan para pahlawan nasional. Cara ini memberikan inspirasi bagi perserta didik untuk melakukan hal yang sama. Dengan begitu, peserta didik bisa melihat dan mengamati,lalu meniru kepribadian yang tercermin dari prilaku pendidik di madrasah dan juga tokoh-tokoh dalam berbagai kisah teladan.
Dalam penguatan moderasi beragama di MA, ditemukan beberapa tantangan yang jika dibiarkan akan menghambat proses. Untuk itu, penting menjadi perhatian, untuk dapat dicermati bersama.
Pertama, belum dipahaminya konsep moderasi beragama secara komprehensif oleh para pendidik. Ini diakibatkan karena mayoritas Pendidik MA belum mendapatkan pelatihan dan pendidikan tentang penguatan moderasi beragama. Bahkan ditemukan sebagian kecil, beberapa Pendidik mempunyai pemahamaan dan pengamalan keagamaan yang berlebihan, melampaui batas, dan ekstrem, sehingga malah bertolak belakang dengan esensi ajaran agama.
Kedua, tidak adanya alokasi dana khusus untuk kegiatan moderasi beragama. Akibatnya, kegiatan moderasi kurang berdampak secara massif, karena mengandalkan dana madrasah yang sangat terbatas. Jadi, kegiatan penguatan moderasi beragama belum dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi secara intensif melalui forum-forum berskala besar yang melibatkan semua unsur civitas akademika, karena terbentur anggaran yang terbatas.
Berdasarkan temuan dan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, mayoritas pendidik di MA belum mendapatkan pelatihan dan pendidikan untuk penguatan pemahaman tentang moderasi beragama. Ini mengakibatkan banyak pendidik yang kurang komprehensif dalam memahami moderasi beragama. Pemahaman mayoritas pendidik hanya berhenti pada dimensi toleransi saja. Sementara dimensi yang lain, seperti komitmen kebangsaan, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal, masih belum sepenuhnya dipahami.
Kedua, MA sudah menerapkan beberapa strategi dalam implementasi moderasi beragama. Mereka melakukan dengan empat strategi: a) mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam mata pelajaran, b) internalisasi muatan moderasi beragama dalam kegiatan ekstrakurikuler, c) penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam kegiatan di madrasah, dan d) mengembangkan keteladanan di lingkungan madrasah.
Ketiga, dalam implementasi moderasi beragama di MA, ditemukan beberapa tantangan, antara lain: ditemukannya beberapa pemahaman pendidik yang eksklusif, dan juga tidak adanya alokasi dana khusus untuk mendukung program moderasi beragama di MA. Jika dibiarkan, ini akan menghambat percepatan moderasi beragama di MA.
*Balai Litbang Agama Jakarta