Senin 29 Nov 2021 17:09 WIB

HUT ke-50 Korpri, Menjaga Integritas ASN dan Bersih dari KKN

ASN yang memiliki ruh dan semangat antikorupsi adalah pelaksana cita-cita bangsa.

Para peserta Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Negeri (KORPRI) berfoto bersama dengan Presiden Joko Widodo.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Para peserta Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Negeri (KORPRI) berfoto bersama dengan Presiden Joko Widodo.

Oleh : Firli Bahuri, Ketua KPK

REPUBLIKA.CO.ID, Hari ini, Senin, 29 November, segenap Aparatur Sipil Negara (ASN), insan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), kembali memperingati HUT Korpri Ke-50. "ASN Bersatu, Korpri Tumbuh, Indonesia Tangguh" yang diusung sebagai tema dalam peringatan tahun ini sangat tepat, untuk mengingatkan sekaligus menguatkan trah ASN sebagai pelaksana cita-cita bangsa dalam mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum pada mukadimah UUD 1945.

Sebagai pelaksanaan cita-cita bangsa untuk mewujudkan tujuan negara, perlu dibangun ASN yang memiliki integritas, profesionalitas, netral dan bebas dari pengaruh apa pun khususnya intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sifat dan sikap ASN seperti inilah, yang dibutuhkan negara ini untuk menyelenggarakan pelayanan prima serta berkualitas bagi segenap bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, ASN yang memiliki integritas dan karakter kuat, tentunya mampu menjalankan peran mereka sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tentu ini tugas yang tidak mudah, bahkan cenderung sulit, mengingat beratnya tantangan serta rumitnya menyelesaikan ragam persoalan yang harus dihadapi ASN, sebagai penyelenggara negara.

Beban kerja dan masih carut marutnya sistem pelayanan publik di negeri ini, tak jarang membuat ASN kita jenuh sehingga sangat rentan atas godaan sesat untuk berperilaku koruptif, salah satunya membuat "jalan pintas" mengatasnamakan percepatan layanan bagi masyarakat. "Jalan pintas" inilah yang dapat memicu terjadinya tindak pidana korupsi dan melibatkan jajaran ASN, karena kebijakan yang cacat atau maladministrasi ini menjadi celah sehingga dapat disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh individu-individu tertentu bagi kepentingan diri maupun kelompoknya.

Karena itu, di peringatan Hari ulang Tahun Korpri ke-50 ini, mari kita manfaatkan sebagai tonggak membangun semangat pengabdian ASN kepada bangsa dan negara dalam semangat persatuan dan kesatuan guna mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Semangat kecintaan kepada tanah air dan kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah menjadi kata kunci penting.

Tidak sedikit contoh dari negara-negara di dunia yang hancur, akibat tidak dapat mewujudkan tujuan bernegara setelah korupsi telah berurat akar di seluruh tatanan kehidupan di negara tersebut. Sehingga merusak, menggerogoti, hingga meluluh lantakkan setiap sendi dan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa serta negara.

Ingat, siapapun termasuk ASN dapat terpapar virus korupsi dan perilaku koruptif yang dapat membangkitkan sifat tamak, sisi kelam terdalam manusia yang tidak lagi mampu dikontrol. Sifat tamak dapat merubah seseorang menjadi rakus seperti "tikus", selalu merasa kurang dengan apa yang dimilikinya, tidak pernah puas akan segala (harta, benda) yang telah diperolehnya.

Agar penanaman korupsi berjalan efektif, tepat, cermat dan efisien, KPK menggunakan tiga strategi atau sering disebut senjata trisula dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Senjata trisula yaitu pendidikan antikorupsi, pencegahan dan penindakan. Tiga pendekatan pemberantasan korupsi ini, merupakan core business KPK dalam pengentasan korupsi yang dilaksanakan secara holistik, integral sistemik, dan sustainable.

Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat untuk membentuk mindset dan culture-set segenap eksponen bangsa agar terbebas dari perilaku koruptif dan virus laten korupsi yang berurat akar dinegeri ini, dengan menggunakan jejaring pendidikan formal maupun non formal. Kita sudah siapkan tool-tool pendidikan anti korupsi mulai bagi anak-anak, mahasiswa, partai politik, lembaga/penyelenggara negara hingga pihak swasta. Jika orang sudah paham bahayanya korupsi, Insya Allah masyarakat tidak akan berani melakukan korupsi.

Kedua adalah pendekatan pencegahan dengan prinsip dan tujuan pencegahan untuk menghilangkan kesempatan atau peluang korupsi dengan cara perbaikan, penguatan hingga membangun sistem. KPK memperkuat sistem atau membantu memperbaiki sistem untuk menutupi setiap celah timbulnya praktik korupsi. Sebagaimana yang sering saya sampaikan, korupsi juga biasa terjadi karena buruknya sistem. 

Dan yang ketiga, adalah pendekatan penindakan, dengan penegakan hukum yang profesional, transparan, akunrabel, menjamin kepastian hukum, mewujudkan rasa keadilan, KPK melakukan penindakan dengan tuntutan pemidanaan badan yang berat juga disertai dengan pencabutan hak politik serta perampasan harta kekayaan para koruptor dengan pengenaan TPPU. Hal tersebut diharapkan menimbulkan kesadaran untuk taat, patuh pada hukum, bukan hanya sekadar membuat rasa takut akan sanksi semata. Strategi ini mutlak kami terapkan mengingat kejahatan kemanusiaan ini sudah masuk sampai fase berjejaring karena dapat dilakukan secara sistimatik, terstruktur dengan dampak sistemik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement