REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT -- BioNTech pada Senin (29/11), mengatakan, akan mulai mengembangkan vaksin COVID-19 yang disesuaikan untuk melawan varian Omicron yang ditemukan di Afrika Selatan. Kendati masih belum diketahui apakah harus membuat ulang vaksin COVID-19 yang sudah ada. Pengembangan vaksin khusus merupakan bagian dari prosedur standar perusahaan untuk varian-varian baru.
"Langkah awal pengembangan vaksin baru yang potensial tumpang tindih dengan riset yang diperlukan untuk mengevaluasi apakah vaksin baru itu nantinya bakal dibutuhkan," tulis BioNTech, dikutip reuters, Senin.
Omicron membawa risiko terjadinya lonjakan global yang sangat tinggi. Ketika semakin banyak negara melaporkan temuan varian itu yang mendorong penutupan perbatasan.
BioNTech pada Jumat mengatakan, mereka mengharapkan lebih banyak data dari laboratorium dalam dua pekan ke depan untuk membantu menentukan apakah perlu memproduksi vaksin khusus Omicron. Pesaingnya, Moderna, mengatakan, sedang merancang ulang vaksin COVID-19 mereka untuk digunakan sebagai vaksin booster (penguat) masa depan.
Varian Covid-19 Omicron pada Ahad (28/11), dilapokan menyebar di seluruh dunia. Sejumlah kasus varian COVID-19 tersebut ditemukan di Belanda, Denmark, dan Australia, bahkan setelah makin banyak negara memberlakukan larangan perjalanan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, hingga kini belum ada kejelasan terkait Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika bagian selatan. WHO belum menegaskan Omicron lebih mudah menular dibandingkan varian-varian COVID-19 lainnya atau apakah varian itu bisa menyebabkan penyakit lebih parah.
"Data awal menunjukkan bahwa ada kenaikan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit di Afrika Selatan, namun keadaan ini kemungkinan menyangkut jumlah keseluruhan orang yang terinfeksi daripada merupakan akibat infeksi yang spesifik," tulis WHO dalam pernyataan, dikutip reuters, Senin.
WHO mengungkapkan, proses untuk mengetahui tingkat keparahan Omicron akan memakan waktu berhari-hari hingga beberapa pekan. Penemuan kasus Omicron membuat negara-negara meningkatkan kewaspadaan.
Pemerintah negara di seluruh dunia bergegas memberlakukan larangan perjalanan atas kekhawatiran bahwa varian tersebut mungkin kebal terhadap vaksin. Negara-negara juga khawatir bahwa varian baru itu bisa berdampak pada pemulihan ekonomi setelah mereka dilanda pandemi selama dua tahun ini.
Melalui pernyataan, WHO bersama para pakar teknis sedang berupaya memahami kemungkinan dampak Omicron terhadap langkah-langkah anti-COVID-19, termasuk pemberian vaksin. Inggris mengatakan akan mengadakan sidang darurat para menteri kesehatan kelompok G7 pada Senin untuk membahas perkembangan terbaru.
Omicron pekan lalu oleh WHO dinyatakan sebagai "varian yang perlu diwaspadai" karena berpotensi lebih mudah menular dibandingkan dengan varian-varian lain. Omicron sejauh ini telah terdeteksi di Australia, Belgia, Botswana, Inggris, Denmark, Jerman, Hong Kong, Israel, Italia, Belanda, Prancis, Kanada, dan Afrika Selatan.
Seorang dokter Afrika Selatan, yang merupakan salah satu orang pertama yang mencurigai kemunculan suatu galur berbeda virus corona, mengatakan pada Ahad bahwa gejala-gejala Omicron sejauh ini ringan dan penyembuhannya bisa ditangani di rumah. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan Dr Angelique Coetze, mengatakan kepada Reuters, bahwa tidak seperti Delta, para pasien yang terkena varian Omicron sejauh ini tidak melaporkan kehilangan penciuman atau rasa. Tingkat oksigen pasien-pasien itu juga tidak anjlok.