REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengingatkan, penyebaran kasus Covid-19 di Afrika Selatan meningkat cukup cepat seiring munculnya varian Covid-19 omicron.
"Jadi kita ketahui Afrika Selatan didominasi delta, dan sekarang muncul omicron yang cepat juga mendominasi di sana," ujar Spesialis Mikrobiologi Klinis sekaligus Anggota Bidang Penanganan Kesehatan dan Panel Ahli Satgas Penanganan Covid-19, Budiman Bela, dalam bincang-bincang bertema "Ada Apa Covid-19 di Eropa?" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (2/12).
Dia menyampaikan, terdapat beberapa langkah untuk mengantisipasi agar varian omicron tidak masuk ke Indonesia, salah satunya melakukan genome squensing. ”Selain karantina, yaitu melakukan genome squensing untuk mendeteksi berbagai varian yang beredar di Indonesia," katanya.
Ia menambahkan, perlu juga meningkatkan upaya identifikasi keberadaan omicron dengan memanfaatkan uji PCR yang secara cepat dapat membedakan strain Omicron dari strain lainnya pada sampel yang teridentifikasi positif mengandung virus Corona penyebab Covid-19.Sejauh ini, Budiman Bela mengatakan, kasus Omicron yang ditemukan terhadap orang yang terpapar bersifat tanpa gejala atau gejala ringan.
"Tapi sampai saat ini kami belum tahu pasti apakah omicron ini akan mengakibatkan permasalahan yang besar atau tidak seperti halnya delta," katanya.
Untuk menahan varian omicron masuk ke Indonesia, ia menyampaikan, pemerintah telah menerapkan peraturan karantina yang selayaknya harus dipatuhi. "Saya sangat berharap semua petugas yang ikut berperan dalam peraturan karantina mengimplementasikan secara serius agar dapat memperlambat masuknya omicron ke Indonesia," katanya.
Meski begitu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, meminta masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan keganasan varian Covid-19 omicron yang merebak dalam beberapa waktu terakhir, tapi lebih fokus untuk mewaspadai tingkat penyebarannya. "Kalau untuk tingkat keganasan varian omicron ini bahwa informasi masih terus berkembang sesuai dengan perkembangan penyebaran varian ini," kata juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 sekaligus Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) UNS Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto, di Solo, Kamis (2/12).
Dengan menekankan dengan penanganan Covid-19 pada tingkat penyebarannya maka diharapkan penularan bisa diminimalisasi, selanjutnya jumlah kasus tidak melonjak. "Penyebaran Covid-19 bisa tetap terjaga sehingga fasilitas kesehatan tetap sanggup menampung sampai secara alami gelombang Covid-19 bisa turun," katanya.
Mengenai ganas atau tidaknya varian terbaru ini, menurut dia tergantung dari konsisi setempat. Sebagaimana pada proporsi angka kematian pada varian delta, lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
"Walau kasus tinggi di beberapa negara bahkan sangat tinggi tetapi persentase kematian rendah," ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS lebih siap jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus Covid-19 akibat varian omicron sehingga pasien Covid-19 tidak telantar seperti Juli-Agustus lalu. "Kalau kasusnya sangat tinggi maka RS kewalahan, tempat tidur kurang, sampai harus antre di IGD, atau bahkan terpaksa bertahan di rumah saja, maka jadi besar risikonya. Angka kematian menjadi tinggi. Artinya, harus kita waspadai," jelasnya.
Selain itu, ia juga berharap pemerintah memastikan kedisiplinan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan, membantu memisahkan sumber-sumber penularan dengan isolasi, merawat orang yang mengalami gejala Covid-19, dan melakukan vaksinasi. "Yang tak kalah penting adalah membatasi interaksi antara Indonesia dengan negara lain, ini tidak mungkin masyarakat bisa melakukannya," kata dia.