REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI secara resmi mengesahkan perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Pengambilan keputusan tingkat II diambil dalam rapat paripurna masa sidang II Tahun sidang 2021-2022 hari ini, Selasa (7/12).
"Selanjutnya kami akan menanyakan pada setiap fraksi apakah RUU tentang perubahan atas Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, selaku pimpinan sidang sembari mengetuk palu, Selasa (7/12).
Dalam laporannya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan, rapat kerja pembahasan RUU Kejaksaan mulai digelar pada 15 November 2021 dengan agenda pembentukan panja. Panja RUU Kejaksaan terdiri dari 33 orang anggota Komisi III.
"Panitia kerja melakukan pembahasan pada tanggal 22-24 November 2021 bersama dengan panja pemerintah," ujarnya.
Panja selanjutnya membentuk tim perumusan (timus) dan tim sinkronisasi (timsin) untuk melakukan perumusan dan sinkronisasi seluruh materi subtansi yang ditugaskan panja pada 2 Desember 2021. Pada 3 Desember hasil kerja timus dan timsin dilaporkan dalam pleno panitia kerja dan disetujui oleh panja.
"Pada rapat kerja DPR RI dan pemerintah pada 6 Desember 2021 seluruh fraksi menyatakan menerima hasil kerja panja dan menyetujui agar RUU perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI segera disampaikan pimpinan DPR RI untuk dilanjutkan tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI sehingga dapat disetujui dan ditetapkan sebagai undang-undang," terang Adies.
Adapun sejumlah subtansi yang diubah dalam perubahan UU Kejaksaan tersebut antara lain menyepakati perubahan syarat-syarat usia menjadi jaksa. Usia minimum untuk dilantik menjadi jaksa 23 tahun.
Syarat usia minimum tersebut menjadi lebih rendah bila dibandingkan dalam UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI Pasal 9 yang menyatakan usia minimum dilantik menjadi jaksa adalah 25 tahun dan maksimum 35 tahun.
Adies menjelaskan, alasan perubahan usia itu menyesuaikan dengan pergeseran dunia pendidikan, yang semakin cepat dan semakin mudah, dalam menyelesaikan pendidikan sarjana sekaligus memberikan kesempatan karier.
Selain itu, subtansi lain yang juga disepakati untuk diubah yaitu ketentuan terkait pemberhentian Jaksa Agung. Jaksa Agung diberhentikan sesuai masa jabatan presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet. Jaksa agung diberhentikan dalam masa jabatannya oleh presiden dalam periode yang bersangkutan.
"Hal ini untuk menegaskan bahwa Presiden RI memiliki diskresi dalam menentukan siapa saja yang akan memperkuat kabinetnya, salah satunya jaksa agung," jelasnya. Kemudian jaksa agung dapat diberhentikan karena melanggar pelarangan rangkap jabatan.