Rabu 08 Dec 2021 17:08 WIB

Inovasi Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam

Fateta IPB University mengembangkan krimer sawit.

Gubernur Sumbar Mahyeldi (kanan) bersama istri Harneli Bahar (kedua kanan) mengikuti acara Memasak Rendang sedunia, di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/8/2021). Acara memasak rendang sedunia yang dilakukan secara virtual itu diikuti oleh pemasak rendang dari sejumlah negara dalam rangka pencatatan rendang sebagai warisan budaya dunia dari Sumbar Indonesia, ke UNESCO.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Gubernur Sumbar Mahyeldi (kanan) bersama istri Harneli Bahar (kedua kanan) mengikuti acara Memasak Rendang sedunia, di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/8/2021). Acara memasak rendang sedunia yang dilakukan secara virtual itu diikuti oleh pemasak rendang dari sejumlah negara dalam rangka pencatatan rendang sebagai warisan budaya dunia dari Sumbar Indonesia, ke UNESCO.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB University dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) meluncurkan inovasi “Rendang Seasoning Mix Berbahan Krimer Sawit”, Sabtu  (4/12).

Dalam sambutannya, Dekan Fateta IPB University Prof Slamet Budijanto menjelaskan bahwa minyak sawit berkontribusi secara signifikan pada devisa negara. Minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dikembangkan dalam bentuk inovasi. Sayangnya Indonesia masih mengimpor salah satu produk turunan sawit yaitu gliserin monosterat,

“Produk hilir bernilai tambah ini perlu dikembangkan dan mendapat dukungan,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (8/12).

Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) IPB University, Prof Suprihatin mengungkapkan bahwa ada berbagai inovasi di sektor minyak sawit yang dihasilkan oleh Departemen TIN. Salah satunya adalah inovasi pangan ini yang merupakan pengembangan produk rendang. Rendang adalah makanan yang mudah dijumpai di Indonesia.

“Manfaat non dairy creamer minyak sawit adalah meningkatkan nilai tambah minyak sawit, mempunyai masa simpan relatif lama dan dapat bersaing dengan produk lain. Harganya lebih murah daripada santan,” terang anggota Majelis Standar Keinsinyuran, Persatuan Insinyur Indonesia tersebut.

Menurut Direktur Kemitraan BPDPKS Edi Wibowo, kerja  sama BPDPKS dengan Fateta IPB University bertujuan untuk memperkuat kemitraan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK). Menurutnya, subsektor perkebunan meliputi kelapa sawit mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

“Industri sawit berperan besar dalam mendukung Sustainable Development Goals, dari sisi persediaan lapangan kerja dan energi terbarukan,” ujar alumni Fateta IPB University tersebut.

Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian Prof Erliza Hambali menyampaikan bahwa produksi minyak sawit Indonesia berlimpah. Minyak sawit dapat dikembangkan menjadi beberapa produk pangan, seperti Non Dairy Creamer (NDC).

“NDC dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) merupakan krimer tiruan yang dibuat dari minyak nabati. NDC dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung santan dalam pengembangan produk Rendang Seasoning Mix. Penggunaan Rendang Seasoning Mix dapat mempercepat proses pemasakan rendang menjadi satu jam sehingga lebih praktis,” pungkas Kepala Divisi Teknologi Proses TIN IPB University.

Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Jonialdy mengatakan bahwa rendang tidak hanya diminati oleh masyarakat Minang, tetapi juga  seluruh masyarakat Indonesia. Audy berharap Fateta IPB University bisa terus mengembangkan inovasi dan memperkuat kerja sama dengan Provinsi Sumatera Barat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement