Sabtu 18 Dec 2021 08:58 WIB

Peta Juan Barros 1485, Para Kelana Portugis, Dan Tragedi Nona Bong

Kisah kelana protugis pembuat peta Jawa

Nona Bong, penari Cokek dan penyanyi gambang kromong pada perempat terakhir abad XIX  yang tinggal di kampung di Rawa Bebek Bandengan, Jakarta.
Foto: Ridwan Saidi
Nona Bong, penari Cokek dan penyanyi gambang kromong pada perempat terakhir abad XIX yang tinggal di kampung di Rawa Bebek Bandengan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Juan Barros adalah seorang kelana Portugis yang berhasil membuat peta Jawa. Di bagian barat terdapat nama-nama Bantam, Tangeram, Tambora, Iacaterra, Caravam. Maksudnya Banten, Tangerang, Tambora, Iacaterra, atau Jacatra, atau Jakarta,  (nama yang sudah dipergunakan sebelum Juan Barros), dan Karawang.

Kelak Tom Pires 1512-1516 kuatkan Barros dalan peta yang dibuatnya. Tapi tanscript Juan Barros tingkat akurasinya tinggi. Iacaterra mendekati aslinya Majakatera, land of power. Nanti lain kali akan bahas Tom Pires, yang mana dia kelana Portugis juga.

Tanmbora explisit karena itu nama perbukitan yang membentang dari Glodok Harco sampai Jembatan Lima. Kawasan Glodok dulu berbatu-batu dan berbukit. Bukit baru diratakan setelah tahun 1707.

Banyak kartografi rawa di Jakarta. Ada yang menghitung jumlahnya 30. Tukang hitung lantas ambil kesimpulan Jakarta berair. Bagaimana dengan Rawa Kutuk? Itu asalnya tempat kera. Rawa Bebek? Ada  dua Rawa Bebek, di Bandengan dan Mangga Dua. Ada dua tempat dengan predikat 'Dua', Mangga Dua, kampung Mangga yang lebar. Pulau Kelapa Dua, pulau Kalapa yang lebar. Tapi di Pecenongan orang sebut Gang Lebar, bukan Gang Dua.

Bebek bukan hewan kuliner yang kini lagi populer. Baik orang Caucasia mau pun Turki memahaminya sebagai perbaikan. Rawa Bebek kampung perbaikan. Kalau areal berair itu rawa-rawa bukan rawa . 

Pada perempat terakhir abad XIX di Rawa Bebek Bandengan tinggal seorang cokek, penyanyi ganbang kromong, yang bekend, panggilannya Nona Bong, (lihat foto di atas).

Nona Bong pandai bernyanyi lagi pula elok dan rupawan. Banyak tauke-tauke (taipan) owner kongsi besar (konglomerasi) yang kalau jumpa pertama dengan Nona Bong langsung jato duduk. Begitu cerita orang dulu-dulu.

Saweran ke Nona Bong bukan uang semata, tempo-tempo kalung dan gelang emas. Nona  Bong kaya, rumahnya besar, dan di pekarangan ada pentas untuk latihan.

Banyak pernyataan cinta yang diterimanya, tapi tak berbalas. Tentu bisa saja kalau ada tauke sakit hati, mau berobat ke sinshe, tidak proporsional.

Nona Bong suatu pagi didapati telah wafat tanpa diketahui sebabnya.

Nona Bong yang kayak Juliet membawa kecantikan dan kemerduan suaranya ke liang lahat, meninggalkan Romeo-romeo yang khayalnya sendiri dijilat-jilat.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement