Jumat 24 Dec 2021 10:31 WIB

Seniman Senen: Desperte Politik Indonesia Mileniel yang tanpa Seni

Bila di zaman milineal politik tak punya seni

Iring-iringan masa naik trem di sekitar kawasan Pasar Senen tempo dulu.
Foto: perpusnas
Iring-iringan masa naik trem di sekitar kawasan Pasar Senen tempo dulu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi

Seniman Senen seniman angkatan tahun 1950.  Disebut begitu karena mereka suka duduk-duduk, atau istilahnya nongkrong, di Resto Padang Ismail Merapi di Kramat Bunder, Senen. 

Setau saya orang Lekra/PKI tidak nongkrong di Senen. Memang di luar orang Lekra juga banyak seniman yang tidak nongkrong di Senen.

Pada pemilu 1955 setahu saya seniman Senen yang terlibat aktif adalah penyanyi Melayu S. Effendi. Ia buat piringan hitam untuk kampanye Masyumi. Ex seniman Senen yang kemudian hari terlibat politik penyair Asrul Sani. Tahun 1977 ia ikut PPP.

Seniman musik Melayu Angkatan 1950 yang sering nongkrong di Sawah Besar A  Chalik. Ia pendiam, bicara sesekali. Ia mendengar saja obrolan teman-teman termasuk soal politik, tapi tak komentar.

Aku tahu Idris Sardi ketika ia mengajar menyanyi di SMA I Budi Utomo di kelas aku saja. Mungkin itu tahun 1960. Ia bersikap formal, usai mengajar langsung pulang.

Tak kusangka di tahun 2016 aku bertemu Idris Sardi (foto atas, di kiri) di tempat Fadli Zon. Ada diskusi politik dan aku pembicara. Idris serius mengikuti diskusi. Sejak itu aku sering jumpa Idris di forum-forum diskusi politik yang digelar Fadli.

Penyanyi Melayu dan Jazz Munif Bahaswan juga senang mendengar orang bicara politik, tapi dia tak urun pendapat. Idris dan Munif dapat dikatakan contoh partisipasi seniman sejati terhadap politik. Ada hal-hal atau perilaku politik yang menyentuh perasaan  kesenimanan mereka.

Sebenarnya unsur seni dalam politik juga mesti ada. Itu yang disebut the art of politics. Tapi kemana mau dicari barang 'tu sekarang?

Mendengar cakap politik di jaman Now tak ada halusnya. Terkadang dengan mimik yang tak ada lembutnya. Berpolitik yang berlaku sejak masa reformasi merupakan hal baru dalam sejarah politik di Indonesia.

Desperate, perasaan tertekan, itu menjadi awan tebal yang menggantung di atas lembayung pekerja-pekerja politik. 

Sebuah komunitas men-declare Waketum Gerindra Sandi sebagai capres,  sekjen partai langsung ingatkan Sandi bahwa capres Gerindra Pak Ketum. Berita-berita tuduhan selingkuh tertuju pada seorang ketua umum partai juga berpotensi desperate pada yang bersangkutan.

Kalau menyukai politik dengan niat merubah nasib bangsa menjadi lebih baik, yakinlah tak ada desperate hinggap ke diri anda.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement