REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ahli tidur dari NHS Inggris mengungkap bahwa Covid-19 terkait dengan peningkatan sleep paralysis dan mimpi buruk. Kurang tidur hingga insomnia yang termasuk pada gejala Covid-19 membuat pola tidur pasien terganggu, sehingga banyak di antaranya yang mengalami sleep paralysis atau ketindihan.
Kathryn Pinkham yang juga pendiri The Insomnia Clinic menilai wajar jika orang yang sakit Covid-19 kerap mengalami ketindihan maupun mimpi buruk. Karena, sleep paralysis terkait dengan kurang tidur akibat kesehatan memburuk atau kecemasan.
“Semakin lama kita menghabiskan waktu di tempat tidur berguling-guling dan tidak bisa tidur, semakin kita mulai menghubungkan tempat tidur kita dengan perasaan stres dan terjaga. Sleep Paralysis terkait dengan kurang tidur, jadi itu akan menjelaskan mengapa Covid dan sleep paralysis terkait,” kata Pinkham seperti dilansir dari Metro, Jumat (24/12).
The Sleep Charity, survei tidur nasional, menemukan bahwa hampir setengah dari responden merasa lebih sulit untuk tidur di situasi pandemi Covid-19. Tidak hanya itu, lebih banyak responden wanita yang melaporkan mimpi buruk daripada pria.
Kathryn Pinkham percaya bukan virus coronanya yang menyebabkan gangguan tidur, namun stress dan kekhawatiran akan kesehatan selama terinfeksi membuat pasien mengalami sleep paralysis. “Ketika orang menderita Covid-19, itu adalah waktu yang menegangkan karena ketidakpastian penyakitnya, dan ini dapat meningkatkan kemungkinan mengalami sleep paralysis,” kata Pinkham.
Sementara itu, James Wilson dari The Sleep Geek menambahkan bahwa stres telah lama diketahui berkontribusi pada masalah tidur. Itulah mengapa sangat logis jika banyak orang mengalami gangguan tidur selama pandemi Covid-19.
“Selama pandemi kami telah mencatat kenaikan kasus gangguan tidur seperti mimpi buruk tentang Covid, sleep paralysis, hingga berjalan dalam tidur,” lapor Wilson.
Menurut dia, sejauh ini tidak ada bukti konkrit bahwa peristiwa ini terkait dengan Covid itu sendiri. Penjelasan untuk gangguan tidur mungkin bisa jadi gejala virus, terutama ketika mengalami kenaikan suhu tubuh atau dampaknya pada kesehatan mental.
Lalu bagaimana cara mengatasi gangguan tidur? Wilson menyarankan untuk lebih dulu memastikan pemicunya. Jika pemicunya adalah suhu tubuh tinggi, maka disarankan untuk tidak tidur di kasur busa dan menggunakan selimut yang tidak terlalu tebal.
“Jika stres dan cemas jadi pemicu, pastikan Anda memiliki waktu tidur yang tepat. Satu jam sebelum tidur, fokuslah untuk menurunkan detak jantung Anda dan menjadi rileks,” kata Wilson. Dia juga menyarankan untuk melakukan meditasi atau kegiatan apapun yang bisa menenangkan.