REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemacetan, cuaca panas, dan berbagai kondisi kurang menyenangkan bisa memicu kemarahan di jalanan alias road rage. Cara mengemudi pengguna jalan pun berbeda-beda dan tidak bisa semuanya sesuai keinginan kita.
Faktanya, mengemudi membutuhkan ketenangan dan konsentrasi penuh. Mencegah stres di jalanan dan menghindari road rage menjadi penting untuk keselamatan diri maupun keselamatan pengguna jalan lainnya.
Sebagai gambaran, survei Auto Trader pada 2019 mengungkap bahwa 53 persen pengguna jalan di Inggris pernah merasa terintimidasi saat berkendara. Satu dari 10 orang benar-benar mengalami agresi fisik.
Tailgating (mengemudikan kendaraan di belakang kendaraan lain tanpa menyediakan jarak yang cukup), memakai ponsel saat menyetir, dan tidak menyalakan lampu indikator dianggap sebagai gangguan terbesar. Berbelok tanpa peringatan juga jadi pemicu agresi.
Studi lain menunjukkan lebih dari satu dari 20 orang mengaku bingung mengatasi kecemasan saat mengemudi. Satu dari 10 orang kini tidak merasa percaya diri mengemudi di jalan dibandingkan dengan 12 bulan lalu.
Menurut penelitian terbaru oleh Lisa Dorn, tingkat kecemasan pada populasi umum tiga kali lebih tinggi selama pandemi dibandingkan dengan sebelumnya. Apabila tidak diatasi, ini bisa memicu pertikaian di jalan raya.
Menurut Dorn, kecemasan mengemudi bisa berwujud ketakutan menghadapi situasi mengemudi tertentu yang tidak bisa dikendalikan seseorang. Contohnya seperti lalu lintas yang padat. Itu bisa berkembang menjadi fobia mengemudi.
"Reaksi tubuh yang khas selama kecemasan mengemudi termasuk jantung berdebar-debar, banyak berkeringat, dan merasa sesak napas saat keadaan yang mencemaskan berlangsung," ungkap Dorn.
Semua dapat terjadi ketika berkendara secara langsung atau bahkan hanya ketika berpikir tentang mengemudi. Sementara, road rage atau kemarahan di jalan adalah respons seseorang terhadap stres yang dipicu banyak hal.
Penyebabnya mungkin kecerobohan pengemudi lain seperti berkendara ugal-ugalan, mengirim pesan saat menyetir, atau membawa kendaraan terlalu lambat. Ketika dihadapkan pada perilaku yang tidak bertanggung jawab, kemarahan kerap dianggap hal yang wajar.
Beberapa tanda umum dari kemarahan di jalan meliputi menginjak gas atau rem secara agresif, atau membunyikan klakson dan mengedipkan lampu secara berlebihan. Bisa juga berupa berteriak, mengumpat, dan membuat gerakan kasar.
Kemarahan di jalan bisa berbahaya bagi keselamatan fisik karena stres yang tinggi dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Selain itu, dapat memicu konfrontasi yang tak diinginkan dengan pengemudi lain.
Untuk mencegah road rage, pastikan diri tetap fokus dan tidak bereaksi berlebihan terhadap apapun. Ketika situasi memanas, tetap tenang dengan meminimalisasi kontak mata dan menahan godaan untuk ikut berteriak.
Saat kemarahan di jalanan terjadi di sekitar, pastikan pintu, jendela, dan bagasi mobil terkunci rapat demi keselamatan Anda dan penumpang. Apabila road rage melibatkan pelanggaran hukum, buat catatan penting.
Misalnya, catatan plat nomor atau merek dan model mobil pengemudi yang terlibat adu fisik. Terkadang konfrontasi melibatkan pejalan kaki atau pengendara sepeda sehingga catatan tentang waktu, cuaca, lokasi, atau penampilan orang di sekitar bisa menjadi penting untuk membantu petugas kepolisian, dikutip dari laman Confused, Senin (27/12).