REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai kebijakan pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) masih dibutuhkan sektor otomotif pada tahun depan. Menurut dia, kebijakan PPnBM masih diperlukan setidak-tidaknya pada triwulan satu dan dua tahun 2022.
"Karena masih diperlukan sedikit waktu lagi untuk mengembalikan putaran ekonomi masyarakat menuju ke daya beli awalnya," ujar Yannes.
Yannes mengatakan peningkatan penjualan mobil pada kuartal III dan puncaknya pada kuartal IV 2021 tidak lepas dari kontribusi pemerintah melalui diskon PPnBM yang diperpanjang hingga akhir tahun 2021. Menurut dia, saat ini daya beli masyarakat sedang bergerak ke arah yang positif.
Apabila ke depan kasus COVID-19 terus melandai dan tidak ada lagi kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dia memprediksi ekonomi Indonesia akan terus bertumbuh menuju 4,5 persen pada akhir 2022. Dia pun optimistis penjualan di sektor otomotif pada akhir 2022 berpotensi bisa mencapai satu juta unit dengan catatan diskon PPnBM masih tetap diberlakukan.
"Jadi, optimisme penjualan mobil tahun 2022 dapat menjadi angka satu juta unit tidak bisa dilepaskan dari penerapan diskon PPnBM," ucap Yannes.
Yannes mengatakan apabila nantinya kebijakan relaksasi PPnBM masih diberlakukan pada tahun depan, besaran diskon yang diberikan diperkirakan akan mulai diturunkan. Sebab, kata dia, pemerintah bagaimanapun perlu segera mengisi pundi-pundi kas negara yang tergerus secara masif akibat tekanan pandemi COVID-19.
Yannes memberikan masukan mengenai besaran diskon PPnBM yang diberikan hingga akhir tahun 2022. Dia menyarankan diskon yang diberikan secara gradual dapat mulai dikurangi dari 100 persen secepat-cepatnya ke 75 persen di triwulan 2 tahun 2022, lalu 50 persen di triwulan 3 tahun 2022 dan 25 persen di triwulan 4 tahun 2022.
Yannes menambahkan bahwa penerapan relaksasi PPnBM harus juga didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui perpanjangan relaksasi kredit dan jumlah uang muka yang ringan."(Hal itu) sebagai dukungan untuk semakin mempercepat pemulihan ekonomi para pelaku usaha pembiayaan multifinance nasional yang selama ini memotori layanan kredit konsumsi masyarakatp Indonesia yang tidak memiliki cash besar di sektor otomotif ini," pungkas Yannes.