REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Yayasan Pendidikan Indonesia (API) menyambut baik rencana Kemendikbudristek menerapkan kurikulum prototipe di tahun 2022. “Kami menyambut baik rencana Kemendikbudristek untuk menerapkan kurikulum prototipe di tahun 2022,” Ketua Dewan Pembina AYPI, H E Afrizal Sinaro dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (31/12).
Ia menambahkan, semenjak wabah Covid-19 terjadi di Indonesia, banyak lembaga pendidikan Islam yang tergabung di AYPI mengalami hilangnya pembelajaran (learning loss). “Sehubungan dengan itu, untuk memulihkan pembelajaran akibat pandemi ini, AYPI sangat menyambut baik rencana pemerintah untuk menerapkan kurikulum protipe ini,” ujar Afrizal.
Sejatinya, kata dia, Kemendikbudristek perlu segera menyosialisasikan kurukulum protipe ini ke seluruh satuan pendidikan di daerah. Dan AYPI, kata Afrizal, siap berninergi dalam sosialisasi maupun untuk pelatihan guru inplementasi kurukulum protipe ke seluruh anggota AYPI.
Tidak hanya sosialisasi, ujar Afrizal, pemerintah perlu menyiapkan modul dan model pembelajaran sebagai panduan bagi guru-guru di sekolah. “Harapannya dengan adanya kurikulum prototipe ini, guru-guru dapat melakukan inovasi pembelajaran yang fokus kepada anak murid bukan sekedar mengejar target tuntas kurikulum lagi,” tutur Afrizal Sinaro.
Sebelumnya, Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas mengatakan pemerintah menyiapkan kurikukulum prototipe yang akan diterapkan di tahun 2022. “Kurikulum prototipe memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran,” kata Zulfikri Anas pada acara Pra-Sosialisasi Kebijakan Kemendikbudristek dalam rangka Pemulihan Pembelajaran yang diselenggarakan oleh Perguruan Islam Al Iman di Citayam, Bojonggede, Bogor, Sabtu (25/12).
Karakteristik tersebut, kata Zukfikri, pertama, pembelajaran berbasis proyek untuk pengembangan soft skills dan karakter (iman, takwa, dan akhlak mulia; gotong royong; kebinekaan global; kemandirian; nalar kritis; kreativitas).
Kedua, fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
“Ketiga, fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal,” papar Zulfikri Anas.