Rabu 12 Jan 2022 06:30 WIB

Yang tak Bergejala Jauh Lebih Banyak, Omicron Jadi Sangat Cepat Menyebar

Orang yang terinfeksi varian omicron banyak yang asimtomatik alias tak bergejala.

Penumpang pesawat internasional antre pemeriksaan setibanya di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (7/1/2022). Studi mengungkap orang yang terinfeksi omicron banyak yang tidak bergejala hingga tak sadar menularkan penyakitnya kepada orang lain. Pemerintah untuk sementara menutup pintu masuk bagi warga dari Afrika Selatan, Botswana, Norwegia, Prancis, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, Lesotho, Inggris dan Denmark dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19 tipe SARS-CoV-2 varian B.1.1.529 atau Omicron yang berlaku hari ini (7/1/2022).
Foto: ANTARA/FAUZAN
Penumpang pesawat internasional antre pemeriksaan setibanya di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (7/1/2022). Studi mengungkap orang yang terinfeksi omicron banyak yang tidak bergejala hingga tak sadar menularkan penyakitnya kepada orang lain. Pemerintah untuk sementara menutup pintu masuk bagi warga dari Afrika Selatan, Botswana, Norwegia, Prancis, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, Lesotho, Inggris dan Denmark dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19 tipe SARS-CoV-2 varian B.1.1.529 atau Omicron yang berlaku hari ini (7/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Sejumlah temuan awal dari dua uji klinis Afrika Selatan menunjukkan SARS-CoV-2 varian omicron memiliki tingkat "pembawa asimtomatik" yang jauh lebih tinggi dibanding varian sebelumnya. Kondisi itu dapat menjelaskan mengapa omicron menyebar sangat cepat ke seluruh dunia.

Studi pertama dilakukan ketika infeksi omicron melonjak di Afsel pada Desember 2021. Studi kedua mengambil sampel ulang partisipan di waktu yang sama.

Baca Juga

Kedua studi menemukan jumlah orang yang positif Covid-19 tetapi tidak bergejala (asimptomatik) jauh lebih banyak ketimbang uji coba sebelumnya. Dalam studi Ubuntu yang mengevaluasi efikasi vaksin Covid-19 Moderna pada pengidap HIV, 31 persen dari 230 partisipan yang menjalani skrining dinyatakan positif.

Sementara itu, semua 56 sampel untuk analisis pengurutan genom diverifikasi sebagai omicron. Temuan ini sangat berbeda dengan tingkat positif varian-varian sebelum omicron.

"Varian sebelumnya tingkat positifnya berkisar kurang dari satu persen hingga 2,4 persen," kata para peneliti melalui pernyataan, dikutip Reuters, Selasa (11/1/2022).

Dalam subkelompok uji Sisonke yang mengevaluasi efikasi vaksin Covid-19 Johnson & Johnson, rata-rata tingkat pembawa asimtomatik naik menjadi 16 persen selama periode omicron.  Angkanya hanya 2,6 persen selama wabah beta dan delta.

"Studi Sisonke melibatkan 577 penerima vaksin, ... dengan hasil yang menunjukkan tingkat pembawa yang tinggi bahkan pada mereka yang diketahui sudah divaksin," katanya.

Para peneliti menyebut bahwa tingkat pembawa asimtomatik yang lebih tinggi kemungkinan menjadi faktor utama keganasan varian omicron. Hal itu terjadi bahkan di antara populasi dengan tingkat infeksi Covid-19 yang sebelumnya tinggi.

photo
Beda gejala infeksi varian omicron dan delta. - (Republika)

Afsel menghadapi lonjakan kasus Covid-19 sejak akhir November dan pada saat itu para peneliti memperingatkan dunia tentang omicron. Namun, semenjak itu kasus-kasus baru kembali turun dan indikasi awal memperlihatkan bahwa gelombang tersebut telah ditandai oleh penyakit yang kurang serius ketimbang yang sebelumnya.

Baca juga : Infeksi Omicron Munculkan Gejala tak Biasa, 3 Jenis Ruam Kulit Bisa Jadi Pertandanya

sumber : Antara, Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement