REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Prof Zainuddin Maliki mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim jangan egois dengan hanya mikirin eksistensi guru di sekolah negeri saja. Sebab, harus diperhatikan keberadaan sekolah swasta karena merekalah yang dari dahulu hingga kini pihak menyelamatkan pendidikan di Indonesia.
"Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) untuk jabatan fungsional guru pada sekolah negeri sangat bermasalah. Para guru senior dan bermutu yang ada di sekolah swasta dengan kebijakan ini pindah ke sekolah negeri. Akibatnya, keberadaan sekolah swasta terancam mutunya. Seharusnya, seperti zaman dahulu biarkan mereka berkiprah di sekolah asal, jangan dipindah ke sekolah negeri,'' kata Zainuddin Maliki, di Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Menurutnya, sekolah swasta pada saat ini resah. Mereka merasa kebijakan ini malah akan menghancurkan insitusi pendidikannya yang selama ini dibangun dengan susah payah."Mereka merasa kondisinya ngeri-ngeri sedap. Saya melihat ini akan membahayakan eksistensi pendidikan di sekolah swasta seperti sekolah Ma'arif NU, sekolah Muhammadiyah, sekolah yang dikelola komunitas Krsiten/Katolik, Taman Siswa, dan lainnya. Mereka akan kehilangan ribuan gurunya. Situasi ini jels tak bisa dibiarkan,'' tegasnya.
''Dengan kata lain, Menteri Nadiem jangan egois hanya mikirin keberadaan sekolah negeri. Masak kekuarangan guru sekolah negeri imbasnya terkena kepada swasta. Memang hanya sekolah negeri yang kekurangan guru bermutu. Selaku menteri jangan beda-bedakan sekolah swasta dan negeri,'' kata Zainuddin.
Akibat kebijakan ini, lanjutnya, sekolah swasta akhirnya mencari guru baru yang tak punya pengalaman. Sekolah negeri hanya terima enaknya saja, yakni menerima guru yang sudah jadi."Padahal kalau membaca PP No 28 tahun 1981 tentang pemberian bantuan kepada sekolah swasta ini bisa dijadikan argumen atau alas hukum bagi pengangkatan guru P3K di sekolah swasta. Kebijakan jangan malah dibuat mundur dan malah kalah dengan masa Orde Baru."
Selain itu mengacu pada UU No 5 tahun 2014 tentang aparat sipil negara (ASN) memang mensyaratkan guru P3K harus bekerja di instansi pemerintah. Tetapi dalam UU tersebut, pada pasal 1 ayat 2, dijelaskan bahwa ASN diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan/atau swasta diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Maka berdasarkan frasa tersebut, yakni 'diserahi tugas lainnya', berati Kemendikbudristek bisa menugaskan para guru honorer yang lulus test P3K diberi tugas di sekolkah swasta asalnya.
''Ingat kewajiban pemerintah melayani pendidikan yang berkualitas untuk seluruh rakyat. Dan tugas ini selama ini tekah terbukti pemerintah tidak bisa melaksanakannya. Maka pemerintah harus memberikan kepada swasta untuk bisa mengisi kekosongan itu. Fakta yang tidak bisa diabaikan. Maka Mendikbudristek tak bisa menafikannya begitu saja. Harusi bisa adil dan cermat ketika mengambil kebijakan,'' kata Zainuddin lagi.
Seorang pengajar di sekolah Ma'arif NU di Jawa Tengah, membenarkan kenyataan itu. Dia merasa sekarang tak tega meninggalkan sekolah yang selama ini dikelolanya selama bertahun-tahun sampai mempunyai ribuan siswa dan mampu menyediakan guru yang bermutu.
"Banyak guru-guru di sekolah saya tak mau ikut P3K. Mereka kasihan pada siswa dan sekolahnya. Apalagi statusnya hanya guru kontrak yang harus diperpanjang. Mereka makin tak tega lagi karena sekolahnya sudah sangat berkembang mutunya.Masak mau ditinggal begitu saja dengan memilih jadi guru kontrak di sekolah negeri. Kami gak bisa,'' tegasnya.
Tak hanya itu, guru tersebut, menyatakan negara telah melakukan perampasan nyata terhadap guru swasta. "Sekolah swasta masih dianggap sebagai kompetitor oleh negara, padahal mereka adalah mitra negara. Membantu negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa."