REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Retno Sari dan Ratih Yulia Hayuningtyas
Berdasarkan hasil Riskesdas Kementerian kesehatan 2018, terdapat 17,7 persen balita yang masih mengalami masalah gizi yang terdiri dari 2,9 persen balita mengalami gizi buruk dan 13,8 persen balita yang menderita gizi kurang. Pada saat pandemi Covid-19 terdapat 260 kabupaten/kota lokus stunting dan 71 kabupaten/kota menjadi zona merah Covid-19.
Menurut Permenkes Nomor 4 Tahun 2019, Standar Pelayanan Minimal Kesehatan Balita dengan melakukan penimbangan minimal delapan kali setahun, pengukuran tinggi badan minimal dua kali setahun, pemantauan perkembangan dua kali setahun dan pemantauan pemberian imunisasi.
Hal ini dilakukan sebagai upaya penanggulangan gizi buruk di suatu daerah. Dari hasil pemeriksaan balita di setiap posyandu, akan mengacu kepada Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Antropometri digunakan sebagai indikator gizi balita berdasarkan umur, berat badan dan tinggi badan.
Berdasarkan standar antropometri, balita dikatakan gizi buruk, apabila berat badan dengan umur kurang dari 3 tahun, baiknya untuk mengurangi balita kekurangan gizi serta dapat memperhatikan nutrisi yang diberikan setiap hari.
Nutrisi yang dibutuhkan oleh balita, antara lain protein, buah, sayuran, biji-bijan dan susu. Dalam pemberian asupan makanan kepada balita, sebaiknya kita memberikan protein seperti makanan laut, daging dan ayam. Atau terdapat pilihan lain seperti kacang-kacangan dan biji-bijian.
Terkadang balita sulit sekali untuk memakan buah, tetapi untuk memenuhi nutrisinya harus diusahakan memakan buah. Buah yang dapat dikonsumsi haruslah buah segar. Hal itu juga berlaku untuk sayuran segar, yang susah untuk memberikannya kepada sang buah hati. Balita akan sering menolak makanan yang ada sayurannya.
Biji-bijian dapat diberikan berupa gandum, oatmeal, popcorn atau nasi. Susu, berikanlah susu yang memiliki kadar lemak rendah atau bebas lemak. Balita dapat memakan yoghurt, susu atau minuman kedelai lainnya.
Dalam penelitian yang telah dilakukan dosen Universitas Nusa Mandiri (UNM), perancangan sistem informasi sangat perlu untuk mempercepat pengambilan keputusan. Adanya sistem informasi ini diharapkan, pencatatan sistem gizi balita dengan metode forward chaining, dapat memudahkan dalam membantu pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan pada balita yang masih di bawah garis merah.
Tujuan sistem informasi pencatatan gizi balita untuk membantu kader posyandu dalam melakukan pencatatan gizi balita dan memutuskan tindakan yang tepat cepat, untuk balita yang berada pada di bawah garis merah untuk mengurangi angka stunting anak.
Metode forward chaining dipilih karena menghubungkan suatu masalah dengan solusi dengan proses bertahap. Sehingga, dapat menghasilkan prediksi sesuai dengan standar antropometri.
Maka dapat disimpulkan, dengan adanya sistem informasi ini, akan memudahkan kader posyandu dalam melakukan pelaporan data gizi balita di daerahnya dan dengan cepat melakukan tindakan kepada balita yang berada di bawah garis merah.
*) Penulis adalah dosen Universitas Nusa Mandiri (UNM), Prodi Teknik Informatika.