Sabtu 15 Jan 2022 14:05 WIB

Harimau, Lingkungan dan Salingka Nagari

Harimau sangat melekat di masyarakat yang biasanya dipanggil Inyiak.

Iron Maria Edi, S.P (Walinagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam)
Foto: istimewa
Iron Maria Edi, S.P (Walinagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam)

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Iron Maria Edi, S.P.

Walinagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam

Tak tahan juga tidak menuliskan sebuah perspektif tentang harimau ketika diamankannya seekor Harimau Sumatera. Seekor betina berusia lebih kurang tiga tahun, masuk kandang jebakan BKSDA Sumbar di Kampung Maua Hilia, Nagari Salareh Aia, Agam. Harimau yang selama 41 hari konflik dengan masyarakat.

Dalam tradisi lokal nagari ini, cerita tentang harimau sangatlah melekat di masyarakat. Warga biasa memanggilnya dengan sebutan Inyiak.

Kedekatan hubungan pemangsa tingkat atas ini dengan masyarakat lokal banyak sekali yang menjadi indikatornya. Ada yang masih bercerita manusia setelah mati berubah menjadi harimau; ada yang bercerita bahwa ada orang yang bisa berubah menjadi harimau (Cindaku); dan ada juga yang bercerita inspirasi beladiri lokal banyak mengadopsi gerakan harimau yang keputusan terakhir berkelahi dengan harimau. Bahkan ada yang bercerita bahwa beberapa tokoh lokal mampu berbahasa dengan harimau, diikuti harimau, memelihara harimau dll dsb.

Yang lainnya juga memiliki perspektif bahwa Harimau Kampung selalu menjaga keseimbangan nilai di masyarakat. Dan bahkan, ada juga yang mengkiaskan sebagai pedoman kehidupan masyarakat lokal Nagari yaitu Gajah Mati Meninggalkan Gading, Harimau Mati Meninggalkan Belang, Manusia Mati Meninggalkan Jasa.

Di dalam hutan, masyarakat lokal sangat yakin betul bahwa Inyiak juga menjadi penyelamat yang memberikan tanda. Inyiak jarang sekali dijumpai karena setiap perjalanannya dipastikan akan menghindar dari manusia.

Bahkan jika ada kejadian-kejadian yang dilakukan sumbang atau salah di dalam masyarakat lokal, akan dikontrol oleh Sang Inyiak. Kemunculannya menjadi peringatan  atau pertanda agar tindaka/kelakuan sumbang dan salah itu dihentikan. Dan, hukum adat  dilekatkan bagi orang yang melakukan tindakan sumbang atau salah tersebut.

Malu dan cemo kampung menjadi taruhan yang juga dirasakan Inyiak. Salah satu kesalahan yang menjadi perihal yang tidak disukainya adalah masih bercampurnya suami istri yang telah jatuh status talak tiga. Biasanya tanda-tanda dibahasakan dengan kemunculannya di perkampungan atau dengan auuman-nya.

Yang paling menyenangkan dan heboh cerita di musim durian. Dalam kebiasaan masyarakat lokal, kepemilikan pohon durian seakan milik bersama atau kolegial karena banyak pokok durian yang sudah berusia lama. 

Jika buahnya jatuh, memori mencari buah durian di malam hari menghadirkan sensasi tersendiri, bahkan sering berebut dengan harimau/Inyiak dengan kehadiran dan kemunculannya mencari durian dengan cucu cucunya. Dan bahkan rasa takut itu juga tiada terasa walau lawan berebut buah durian di malam itu dengan harimau.

Banyak sekali cerita yang mengukir harimau dengan kehidupan manusia, terutama dalam masyarakat lokal Agam. Khusus bagi masyarakat Agam, harimau bahkan menjadi satwa ikonik yang dijadikan identitas dan pertanda, baik itu dalam bahasa yang disepakati seperti Harimau Agam dan gambar harimau di lambang Daerah Agam.

Apakah memang identitas ini ada kaitannya dengan karakter yang suka beraktifitas senyap dan sendiri-sendiri, mengawasi, ganas, superlincah, dan menggelegar. Entahlah, namun identitas itu kelihatannya nyaman untuk disematkan di Agam.

Banyak lagi cerita yang membumi di Nagari-Nagari Agam berkaitan dengan harimau atau Inyiak. Namun faktanya ada juga harimau yang disorientasi dari kebiasaan yang melekat dalam cerita lokal ini, yakni Puti Maua Agam atau Puti Maua Dirindu. 

Puti Maua salah satu satwa yang muncul di perkampungan konflik dengan masyarakat.  Kehadirannya sering kali dikaitkan dengan kematian sapi, kambing, dan ternak masyarakat. Puti Maua sering kali masuk ke kebun dengan menghadirkan ketakutan dan mengganggu aktivitas masyarakat lokal.

Ketergangguan ini tentu menghadirkan upaya mengendalikan dan mitigasi dari pihak yang berwenang, hingga berakhir dalam kandang jebak BKSDA. Secara lokal Puti Maua adalah biodiversity penjaga keseimbangan alam Maua, namun disorientasi ini yang membuat mereka ikhlas untuk Puti terkoreksi. Andaikan tidak mengganggu hidup berdampingan dengan satwa ini sudah lumrah bagi masyarakat lokal kita.

Semoga nanti ketika dilepasliarkan Puti Maua bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Selamat jalan Puti Maua Dirindu. Kita juga harus melihat bahwa kemunculan Puti menghadirkan banyak tanda yang harus juga kita koreksi, keseimbangan alam, fasilitas masyarakat, akses, kelestarian satwa dan lain sebagainya butuh di-mapping dan diperbaiki. #adaiksalingkanagari #nagariramahharimau

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement