Senin 17 Jan 2022 13:25 WIB

Sepotong Bulan Tersenyum (Bagian 2)

Hanya Malik yang sejak hari pertama berkenalan dengannya memanggilnya De.

Sepotong Bulan Tersenyum
Foto: Republika
Sepotong Bulan Tersenyum

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana

Siang itu Azizah mengajak Marwah makan siang di Restoran Sederhana yang terletak di sisi barat lantai 1 gedung perkantoran tersebut. Kantor mereka berada di sisi selatan gedung, sedangkan kantor Malik berada di sisi utara.

Meskipun orang Bandung (Sunda), Marwah menyukai masakan Padang. Apalagi Restoran Sederhana. Menu favoritnya adalah dendeng kering dan ayam pop. Adapun minumannya, ia selalu terpikat pada teh talua. Minuman racikan teh dan telur itu selalu membuatnya terpesona  akan rasanya yang khas.

Begitu membuka pintu restoran, Marwah terkejut. Di pojok kanan ada Malik dan dua orang lelaki yang mengenakan baju koko. Mungkin keduanya pengurus masjid.

Marwah ingin membatalkan makan siang di restoran tersebut, namun ia tidak enak hati dengan Azizah. Apalagi hari itu Azizah milad yang ke-25.

Azizah yang tidak menyadari kehadiran Malik, langsung mengambil bangku dan meja di tengah, bersisian dengan meja dan bangku yang diduduki Malik.

“Azizah,” sapa Malik.

Azizah terkejut. “Eh, Kang Malik. Maaf, Zizah gak lihat.”

Gak apa-apa.”

Malik kemudian beralih ke Marwah.

“Assalamu’alaikum, De Marwah,” ujarnya lembut.

“Wa’alaikumsalam, Kang … eh Ustadz Malik,” sahut Marwah dengan suara bergetar.

“Kang aja, De. Panggilan ‘Ustadz’ terlalu tinggi buat saya,” kata Malik merendah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement