REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin yang dibuat dari molekul messenger ribonucleic acid (mRNA), pada awalnya dirancang untuk memperkuat sistem kekebalan pasien kanker. Vaksin dirancang guna menyerang sel kanker. Tetapi sebelum uji coba dapat berjalan lancar, muncul pandemi Covid-19.
Pada bulan Desember 2019, Dr Vinod Balachandran dan timnya baru saja merekrut pasien pertama untuk uji klinis di New York, yakni menguji jenis vaksin baru untuk kanker pankreas. Di tahun berikutnya, BioNTech bekerja sama dengan perusahaan lain, Pfizer, untuk memproduksi lebih dari 20 kandidat vaksin Covid-19.
Secara keseluruhan, semua vaksin terbuat dari mRNA, termasuk yang kemudian diberikan kepada ratusan juta orang. Dengan demikian wajar untuk mengatakan bahwa 2020 adalah tahun yang sibuk bagi BioNTech sehingga tidak bisa langsung dikatakan bahwa uji coba vaksin kanker merek gagal.
“Alih-alih memperlambat uji coba, kami justru mempercepatnya,” kata Balachandran, seperti dilansir dari Science Focus, Rabu (26/1/2022).
BioNTech membuat vaksin kanker dan uji coba yang semula dijadwalkan memakan waktu dua setengah tahun menjadi selesai dalam 18 bulan. Sebelum pandemi, hanya sedikit orang yang pernah mendengar tentang vaksin mRNA.
Investor tidak tertarik, dan banyak ilmuwan skeptis karena mRNA adalah molekul yang terkenal tidak stabil. Di atas semua itu, tidak ada vaksin jenis ini yang pernah diizinkan untuk digunakan. Namun ternyata, dua vaksin mRNA, yakni Pfizer/BioNTech dan Moderna, membuktikan bahwa vaksin ini aman dan berfungsi. Alhasil, vaksin mRNA menghasilkan cukup banyak gebrakan.
Bagaimana cara kerja vaksin mRNA?
Vaksin mRNA pada dasarnya berbeda dengan vaksin konvensional. Sebagian besar vaksin biasa bekerja dengan mengirimkan versi patogen yang mati atau tidak aktif, atau protein dari patogen itu, ke dalam tubuh.
Vaksin mRNA dibuat dari sejenis kode genetik. MRNA di dalam vaksin Pfizer/BioNTech Covid-19, misalnya, mengarahkan tubuh untuk memproduksi protein lonjakan yang mengelilingi virus corona. Tidak perlu telur ayam atau kultur sel, karena prosesnya bergantung pada tubuh untuk merakit antigen.
“Tubuh adalah manufaktur terbaik untuk kemampuan yang kami miliki,” kata Dr Lucy Foley, direktur biologi dan respons Covid di Pusat Inovasi Proses di Darlington, di Inggris.
Vaksin eksperimental dapat dihasilkan hanya dalam satu minggu dan karena urutan molekul RNA dapat dengan mudah diubah, vaksin yang ada bisa diubah dengan mudah. Ini berguna, misalnya, ketika varian baru patogen berevolusi.
“Ini adalah teknologi platform yang hebat,” katanya.
Vaksin kanker bukanlah hal baru. Sejak pertama kali diperkenalkan di Inggris pada 2008, vaksin human papillomavirus (HPV) telah mengurangi 87 persen kanker serviks. Demikian pula, imunisasi dengan vaksin terhadap virus hepatitis B (HBV) dapat membantu melindungi orang dari kanker hati.