Sabtu 29 Jan 2022 04:15 WIB

Tempat Jin Buang Anak Itu adalah Sumber Oksigenmu

Indonesia menyumbang 72 persen produksi oksigen dunia, 44 persennya dari Kaltim.

Hutan Kalimantan menyumbang produksi oksigen besar bagi dunia. Foto hutan Kalimantan (ilustrasi)
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Hutan Kalimantan menyumbang produksi oksigen besar bagi dunia. Foto hutan Kalimantan (ilustrasi)

Oleh : Christianingsih, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Politikus PKS Edy Mulyadi menyulut kontroversi usai videonya yang menyebut Kalimantan sebagai tempat jin buang anak jadi viral. Pernyataan itu ia ungkapkan tatkala mengomentari keputusan pemerintah yang akan memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim).

Menurutnya, ibukota negara di Jakarta sudah berada di tempat yang elite tapi ia mempertanyakan mengapa pemerintah justru akan mengganti ke lokasi yang ia sebut 'tempat jin buang anak'. Edy sudah meminta maaf dan mengklarifikasi ucapannya. Ia berdalih istilah 'tempat jin buang anak' adalah untuk menunjukkan tempat yang jauh dan tak punya maksud buruk. Bahkan ia mengungkit Monas dan Bumi Serpong Damai (BSD) dulu juga dikenal sebagai tempat jin buang anak.

Sebagaimana yang kita tahu, istilah tempat jin buang anak yang selama ini dipahami khususnya oleh warga Jakarta digunakan untuk merujuk suatu tempat yang jauh, terpencil, dan sepi. Dengan kata lain, tempat yang tidak enak untuk ditinggali. Andaikata Edy lebih memahami soal Kalimantan, mungkin kalimat bernada penghinaan itu tak akan begitu mudah meluncur dari mulutnya.

Menukil dari situs resmi pemerintah provinsi, Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi terluas kedua setelah Papua. Luas hutan Kalimantan Timur berdasarkan data 2015 mencapai sekitar 8,33 juta hektare. Sementara itu, Data BPS Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2020 mencatat luas hutan suaka alam dan konservasi mencapai 6.965 hektare, sedangkan hutan produksi terbatas luasnya 28.209 hektare.

Data 2013 menyebut Kaltim, yang di dalamnya termasuk Penajam, memiliki tanggung jawab besar bagi ketersediaan dan produksi oksigen dunia. Indonesia menyumbang 72 persen produksi oksigen dan 44 persen di antaranya menjadi tanggung jawab Kaltim. Jadi bisa dibayangkan betapa besar jasa Kaltim memainkan perannya sebagai paru-paru dunia.

Selain itu, provinsi yang dijuluki Benua Etam itu juga menjadi rumah bagi satwa-satwa yang dilindungi atau terancam punah. Badak Sumatra, orangutan Kalimantan, rangkong, beruang madu, bekantan, owa, penyu, dan tentu saja pesut mahakam hidup di sana.

Alih-alih menuding Penajam sebagai tempat jin buang anak, Edy sebenarnya bisa mengkritik pemerintah lewat sudut pandang lain. Dalam hal pemindahan ibukota negara, isu yang patut disoroti adalah bagaimana pemerintah menjaga kelestarian hayati selama proyek bersejarah ini berjalan. Jangan sampai pembangunan ibukota negara justru malah merusak hutan-hutan Kalimantan dan membuat luasnya makin menciut tanpa arti.

Pemindahan ibukota negara semoga tak menjadi tameng atas legalisasi deforestasi yang brutal dan pencemaran lingkungan yang merajalela hingga mendatangkan bencana bagi makhluk hidup yang tinggal di wilayah tersebut. Apalagi dunia kini tengah menghadapi ancaman serius perubahan iklim yang harus ditangani sesegera mungkin.

Gelombang migrasi manusia ke tanah baru bisa membawa dampak positif seperti pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi migrasi skala besar juga bisa berefek negatif seperti kerusakan lingkungan hingga kenaikan tingkat kriminalitas. Proyek pemindahan ibukota baru menelan anggaran jumbo hingga Rp 501 triliun yang lebih dari separuhnya (53,3 persen) dibebankan pada APBN. Tanggung jawab amat besar ada di pundak pemerintahan Presiden Jokowi. Akankah Nusantara menjadi tinta emas kepemimpinannya atau hanya menjadi proyek bancakan yang mangkrak dimakan waktu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement